bisnisbandung.com - Apindo Jawa Barat memprotes lahirnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 karena menganggapnya berlawanan dengan PP 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu pun mengungkapkan beberapa alasan pihaknya menginginkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tidak dijalankan.
Menurutnya, Permenaker tentang Penetapan Upah Minimum 2023 tersebut mencerminkan tidak adanya kepastian hukum sehingga tidak ada juga kepastian usaha.
Baca Juga: 8 Momen Seru Gala Dinner KTT G20 Yang Tak Terlupakan
"Gimana bisa permenaker melawan PP? Sungguh bahaya sekali apabila peraturan yang lebih tinggi bisa dilawan oleh peraturan di bawahnya. Besok-besok bisa dong Keputusan Gubernur dilawan Keputusan Bupati," ujarnya kesal.
Apindo Jabar pun menganggap permenaker tersebut telah melanggar hasil keputusan MK, yang menyatakan agar segala tindakan/ kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas ditangguhkan selama 2 tahun.
"Dalam putusan MK, tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja hingga 2 tahun, yang artinya hingga tahun 2023," tegasnya.
Putusan MK tersebut berlaku hingga proses revisi pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut selesai.
Ning pun mengungkapkan, dengan adanya permenaker tersebut, prinsip UMK yang merupakan upah sebagai safety net pekerja di tingkat buruh dan upaya untuk pengurangan disparitas yang besar antara Kabupaten Kota menjadi terlanggar.
Baca Juga: Makin Bertambah! Inilah Larangan Di Piala Dunia 2022 Qatar, Daging Babi Dan Busana Seksi Dilarang
Hal tersebut karena hasil simulasi dengan rumus yang baru justru menunjukkan, daerah dengan UMK yang melebihi ambang batas atas seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi akan mengalami kenaikan jauh lebih besar dari daerah dengan UMK rendah seperti Kabupaten Ciamis, Banjar, Kuningan, hingga Pangandaran.
Denngan keberadaan permenaker tersebut, setelah tercabik covid-19, mengalami goncangan turunnya order orientasi ekspor akibat krisis global, membanjirnya barang-barang impor yang membuat pasar domestik semakin sempit untuk produk lokal, hampir dipastikan pengurangan pekerja secara masif akan terus terjadi.
"Formula ini saya sebut aneh bin ajaib karena justru membuat UMK-UMK yang tingginya di atas ambang batas mendapatkan kenaikan yang juga jauh lebih tinggi dibanding daerah lain," katanya.
Menurutnya, hal itu menjadi pukulan telak pada industri-industri padat karya di daerah tersebut yang sudah hampir tiap tahun berjuang mendapatkan upah khusus padat karya untuk bertahan hidup.
Baca Juga: Keren! Berkat G20 di Bali Wisatawan Semakin Meningkat
Artikel Terkait
KPID Jawa Barat Umumkan Nominator Anugerah Penyiaran, Ini Daftarnya!
Lahan Diklaim Pemkot, Bandung Zoo Ajukan Gugatan ke Mabes Polri
Lulusan ASMTB Memiliki Kompetensi yang Siap Bersaing dan Menjawab Isu Global
Anda Warga Garut, Yuk Dukung Garut Go Internasional
Sakit Yang dirasa Terobati Dengan Raih Medali Emas
Tidak Gentar !! Qatar siap menjadi tim dengan status tuan rumah Piala Dunia yang tidak boleh diremehkan
Ngeri !! Masih menjadi misteri, Kutukan juara bertahan Piala Dunia yang sulit dicari penyebabnya
Patut Disimak! Inilah 3 Ide Bisnis Online Untuk Pemula
Upaya Pengendalian Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Oleh Pemerintah Jawa Barat