Oleh karena itu, melalui aksi ini SPI menuntut:
1. Pemerintahan Indonesia melalui Kementerian Pertanian harus meninggalkan pendekatan ketahanan pangan dan menggunakan pendekatan kedaulatan pangan dalam mengurus pangan di Indonesia;
2. Kementerian Pertanian harus mendorong Bapak Presiden Joko Widodo dan Kementerian terkait untuk mempercepat pelaksanaan reforma agraria dan penyelesaian konflik agraria sebagai solusi krisis lahan pertanian atau guremisasi petani;
Baca Juga: Dunia Terancam Alami Krisis Pangan, Indonesia Bagaimana?
3. Pemerintahan Indonesia melalui Kementerian Pertanian tidak lagi mempromosikan sistem pertanian konvensional dengan penggunaan benih-benih GMO, pupuk kimia, dan pestisida kimia dalam praktek pertanian, dan menggantikannya dengan sistem pertanian agroekologi karena mampu memperbaiki kerusakan alam, mensejahterakan petani, serta produksi pertanian lebih maksimal dan sehat.
4. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian tidak lagi menggunakan dan mempromosikan food estate dalam mengatasi krisis pangan karena hanya membuat ketersediaan pangan tergantung kepada korporasi dan menempatkan petani kecil sebagai buruh. Kementerian pertanian harus mengganti food estate dengan Kawasan Daulat Pangan (KDP) sebagaimana selama ini dipraktekan oleh petani-petani SPI; dan
5. Kementerian Pertenian segera merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pembinaan Kelembagaan Petani pada tanggal 20 Desember 2016, yang hanya mengakui Kelompok Tani (Poktan), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Asosiasi Komoditas Pertanian, dan Dewan Komoditas Pertanian Nasional saja.
Baca Juga: Pemerintah RI Melalui Kementerian ESDM Melakukan Efisiensi Energi Dalam Rangka Mengantisipasi Krisis
Sedangkan organisasi petani yang berbentuk seperti serikat, paguyuban, aliansi, kesatuan, himpunan dan yang lainnya termasuk juga ke dalam kelembagaan petani dan memiliki hak yang sama.
Peraturan ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) tentang kebebasan berorganisasi (28E ayat 3), serta putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 87/PUU-XI/2013 tanggal 5 November 2014 tentang revisi Permentan 82/2013 tentang Pedoman Pembinaan Poktan dan Gapoktan salah satunya memperbaiki pasal 70 ayat (1) tentang kelembagaan petani dengan menambahkan frasa “serta kelembagaan petani yang dibentuk oleh para petani”.***
Artikel Terkait
COP26: Agroekologi dan Kedaulatan Pangan adalah Solusi Sejati untuk Krisis Iklim
Sri Lanka Gagal Bayar Utang, Berikut Tindakan Nandalal Weerasinghe Untuk Mengatasi Krisis Ekonomi
Krisis Iklim Ancam Masa Depan Jutaan Anak dan Keluarga Jatuh Dalam Kemiskinan di Indonesia
Klub Alami Krisis Keuangan, Egy dan Witan Tinggalkan FK Senica
Krisis Pangan, Akhiri WTO, Tegakkan Kedaulatan Pangan