Hal ini wajar karena UNFSS dilaksanakan bekerja sama dengan World Economi Forum ( Forum Ekonomi Dunia) dan menerapkan prinsisp multistakeholderisme.
Lebih dari itu, solusi atas krisis pangan dan perubahan iklim masih membuka ruang untuk penerapan benih GMO. Bahkan Pemerintah Indonesia juga membuka ruang itu.
Menurut Henry, ada lagi juga muncul wacana dari pemerintah untuk menggunakan bibit kedelai GMO (rekayasa genetika) untuk menggenjot produktivitas.
Faktanya, GMO berbahaya bagi kesehatan dan menghilangkan benih-benih lokal. Dan benih itu hanya bisa dihasilkan oleh Korporasi. Yang berarti Petani akan mempunyai ketergantungan terhadap benih tersebut.
Baca Juga: Petani Kena Pajak?, Dedi Mulyadi: Pemerintah Dinilai Tidak Tepat
Solusi Kedaulatan Pangan dan Kawasan Daulat Pangan
Berangkat dari situasi itulah, SPI dan La Via Campesina menyatakan tanggal 16 Oktober adalah Hari Kedaulatan Pangan Rakyat untuk Melawan Korporasi Transnasional. SPI dan La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional) bergerak untuk melawan dengan mengusung alternatif berupa konsep kedaulatan pangan yang diusulkan di World Food Summit di Roma, Italia pada tahun 1996.
Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal dan juga merupakan konsep pemenuhan hak atas pangan yang berkualitas gizi baik dan sesuai secara budaya, diproduksi dengan model pertanian agroekologi yang ramah lingkungan.
Oleh karena itu konsep kedaulatan pangan tersebut juga berdimensi konsep pengembangan kawasan, dimana pangan diproduksi oleh, dari dan untuk rakyat dengan memanfaatkan semua sumber daya alam kawasan tersebut secara berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat sendiri melalui pengembangan sistem pangan kawasan dan kegiatan usaha ekonomi secara kolektif.
Baca Juga: Melalui Program TMT+ SMK Negeri 1 Kempas Menciptakan Bibit Unggul Petani Milenial
"SPI mengusulkan dan mempraktekkan konsep kawasan daulat pangan (KDP) yang meliputi suatau kawasan pertanian dan atau berdasarkan tingkat dusun, desa, kecamatan hingga kabupaten, dan kawasan yang lebih luas dengan memperhatikan potensi sumber-sumber agraria, pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, hortikultura hingga pesisir untuk selanjutnya dikelola secara terintegrasi dalam sistem pangan rakyat di kawasan tersebut," katanya.
“Dari segi undang-undang, kawasan kedaulatan pangan didukung oleh adalah UU Pokok-Pokok Agraria no.5/1960, UU Pangan no.18/2012, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani no.19/2013, UU Hortikultura no.13/2010, UU Peternakan dan Kesehatan Ternak no.18/2009, UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan no.41/2009 dan UU Koperasi no.12/2012 berikut peraturan turunannya, serta Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang yang Bekerja di Perdesaan (UNDROP)”.
"Sistem pangan rakyat denga konsep KDP SPI juga bisa merupakan tanah hasil perjuangan reforma agraria anggota SPI. KDP melakukan transformasi model pertanian konvensional – pertanian kimia menuju pertanian agroekologi yang berbasis pertanian keluarga dalam sub-sistem produksi pangannya dengan mengandalkan beragam kekayaan sumber daya agraria dan genetik untuk membangun pertanian multi penanaman dan bukan monokultur di KDP tersebut"
Artikel Terkait
KUR Ditangan Petani Mengapa tak Produktif Beralih Jadi Konsumtif
Meski NTP Naik, Income Petani Belum Membaik?
Meski NTP Mei Naik Petani Hortikultura Tetap Terseok-seok
Bappenas : "Petani Hilang di Indonesia Tahun 2063"
Nilai Tukar Petani Menurun Masih Belum Kuatnya Subsektor Pertanian Di Indonesia