Catatan Akhir Tahun 2021 Serikat Petani Indonesia (SPI): Pemerintah Meminggirkan Petani, Melanggengkan Korporasi Besar

photo author
- Selasa, 18 Januari 2022 | 10:42 WIB
Catatan Akhir Tahun 2021 Serikat Petani Indonesia (SPI): Pemerintah Meminggirkan Petani, Melanggengkan Korporasi Besar
Catatan Akhir Tahun 2021 Serikat Petani Indonesia (SPI): Pemerintah Meminggirkan Petani, Melanggengkan Korporasi Besar

Bisnis Bandung, (BB) --- Serikat Petani Indonesia (SPI) mengeluarkan catatan akhir tahun (catahu) di penghujung tahun 2021. Ketua Umum SPI Henry Saragih menyampaikan, catahu ini adalah suatu ikhtiar untuk mengkaji peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi selama tahun 2021, dan berdampak bagi kehidupan petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan di Indonesia.

"Sumber utama dari catahu 2021 ini bersumber dari laporan-laporan yang dialami oleh anggota SPI di berbagai wilayah, BPS, kementerian terkait, serta informasi dari media massa, maupun informasi dari jejaring SPI di berbagai tingkatan," kata Henry kepada Bisnis Bandung (BB), di Bandung.

  1. Situasi Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Makro 2021

Henry Saragih menjelaskan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Maret 2021 jumlah penduduk miskin di perdesaan masih lebih tinggi dibanding dengan penduduk miskin di perkotaan. "15.37 juta di perdesaan, dan 12,18 juta di perkotaan. Tingginya angka kemiskinan di perdesaan menjadi hal yang perlu dan terus dijadikan perhatian, mengingat desa merupakan sentra produksi pangan," kata Henry.

Henry menekankan, selama periode Agustus 2020 – Agustus 2021, BPS mencatat jumlah angkatan kerja sebanyak 140,15 juta orang, naik 1,93 juta orang dibanding Agustus 2020. Penduduk yang bekerja sebanyak 131,05 juta orang, naik sebanyak 2,60 juta orang dari Agustus 2020. "Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan masih memberikan kontribusi tenaga kerja terbesar dibandingkan sektor-sektor yang lain. Ada 28,33 juta orang yang bekerja di sektor pertanian. Mirisnya, pelaku sektor pertanian, petani kecil masih sering terlupakan hak-haknya," kata Henry.

BPS selanjutnya mencatat bahwa perekonomian Indonesia pada kuartal III tahun 2021 masih didominasi oleh lapangan usaha industri pengolahan sebesar 19,15 persen; diikuti oleh pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 14,30 persen; perdagangan besar-eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 13,03 persen; konstruksi sebesar 10,39 persen; serta pertambangan dan penggalian sebesar 9,55 persen. Peranan kelima lapangan usaha tersebut dalam perekonomian Indonesia mencapai 66,42 persen. "Hal yang menggembirakan dari data di atas adalah, pertanian tetap menjadi pilar utama ekonomi bahkan di tengah pandemi Covid-19," lanjutnya.

  1. Reforma Agraria dan Pembangunan Perdesaan

Henry memaparkan, langkah-langkah untuk mempercepat pelaksanaan reforma agraria telah diambil, dengan mengesahkan Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah di Dalam Kawasan Hutan dan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Hanya saja, realisasi dari kedua peraturan ini belum sesuai dengan harapan.

Ia melanjutkan, secara garis besar, program reforma agraria di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan redistribusi tanah seluas 9 juta hektare yang meliputi target legalisasi aset seluas 4,5 juta hektare (3,9 juta hektare sertifikasi dan 0,6 juta hektare tanah transmigrasi) dan redistribusi tanah sebesar 4,5 juta hektar (4,1 juta hektare pelepasan kawasan hutan dan 0,4 juta hektare eks-HGU, tanah terlantar dan tanah negara lainnya). "Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI mengklaim bahwa redistribusi tanah yang berasal dari tanah Ex-HGU, Tanah Telantar dan Tanah Negara Lainnya seluas 1,12 juta hektare atau 262,94 persen dari target 0,4 juta hektare. Adapun yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, pemerintah telah meredistribusi seluas 268 ribu hektare. Sehingga total tanah yang telah diredistribusikan kepada masyarakat baru seluas 1,388 ribu hektar atau baru sekitar 31 persen dari target 4,1 juta hektare," papar Henry.

Henry melanjutkan, pada tanggal 29 Januari 2021 Kepala Staf Kepresidenan RI menandatangani Surat Keputusan Nomor 1B/T Tahun 2021 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria (PPKA-PKRA) Tahun 2021. Tim PPKA-PKRA dipimpin oleh Kepala Staf Kepresidenan RI, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI."Penyelesaian konflik agraria masih lambat. Permintaan presiden, ketika pembentukan Tim PPKA-PKRA Tahun 2021, untuk 50 % konflik agraria dapat diselesaikan tidak tercapai. Masih terkendala birokrasi dan administrasi, sehingga substansi reforma agraria tidak berjalan," katanya.

  1. Konflik Agraria

Henry melanjutkan, SPI mencatat selama tahun 2021, terjadi sekurang-kurangnya terjadi 104 kasus konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia. Konflik agraria tersebut mengakibatkan 8 orang meninggal dunia, 62 orang mengalami luka-luka maupun cedera fisik, dan 119 kasus kriminalisasi maupun pemanggilan. Dari data tersebut, SPI mencatat konflik agraria masih didominasi oleh sektor perkebunan (46 kasus); diikuti oleh pertambangan (20 kasus); kehutanan (8 kasus); pesisir (4 kasus) dan Proyek Strategis Nasional (4 kasus). "Terdapat 41 kasus di Pulau Sumatera, 18 kasus di Pulau Jawa, 11 kasus di Pulau Kalimantan, 19 kasus di Pulau Sulawesi, 7 kasus di Pulau Bali dan Nusa Tenggara, dan 8 kasus di Maluku dan Papua," lanjutnya.

Henry menerangkan, substansi UU Cipta Kerja yang mengakomodir kepentingan modal dan investasi menjadi legitimasi untuk merampas tanah milik petani, masyarakat adat, dan orang-orang yang bekerja di perdesaan. Hal ini juga dapat dilacak lebih jauh dari pasal-pasal yang kontroversial di dalam UU Cipta Kerja maupun peraturan turunannya. "Kontroversi-kontroversi tersebut kemudian mendorong SPI untuk melakukan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja. SPI yang tergabung dalam Komite Pembela Hak Konstitusional (KEPAL), menempuh jalur konstitusional, karena melihat UU Cipta Kerja merupakan pembangkangan terhadap konstitusi. Gugatan yang diajukan KEPAL bukanlah yang satu-satunya," terangnya.

"Tercatat terdapat 12 gugatan (uji formil maupun materiil) yang dilakukan oleh berbagai organisasi gerakan rakyat, seperti dari buruh, masyarakat adat, gerakan lingkungan dan pekerja migran," sambungnya.

Henry menerangkan, Setelah melalui berbagai tahapan persidangan dalam waktu satu tahun, pada tanggal 25 November 2021 MK memutuskan UU Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat. Amar putusan MK juga menyatakan bahwa tidak dibenarkan untuk mengambil tindakan atau kebijakan strategis dan berdampak luas, termasuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja. "Hal ini merupakan kemenangan besar bagi para petani dan orang-orang yang bekerja di perdesaan. Putusan MK tersebut juga menjadi penanda bagaimana pemerintah tidak memiliki komitmen yang kuat, terhadap kepentingan-kepentingan rakyat banyak," serunya.

  1. Situasi Perbenihan

Henry menjelaskan, di tingkat nasional, terkait kebijakan benih pemerintah masih mengandalkan bantuan benih sebagai bentuk bantuan. Hanya saja, bantuan benih yang disalurkan oleh pemerintah juga belum baik secara kualitas. Seperti untuk benih padi, jagung, dan bawang. "Laporan dari jejaring SPI menyebutkan benih jagung bantuan pemerintah produktivitasnya rendah, bahkan tidak tumbuh. Akibatnya petani mengalami kerugian karena harus mengeluarkan biaya tanam 2 kali," katanya.

Henry memaparkan, sementara di tingkat internasional, Indonesia juga tengah didorong untuk untuk bergabung dengan International Union for the Protection of New Varieties of Plants atau UPOV. Hal ini merupakan konsekuensi dari ditandatanganinya perjanjian perdagangan bebas, salah satunya adalah Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA). Untuk menjadi anggota UPOV, negara-negara dipaksa untuk mengubah undang-undang/regulasi sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan oleh UPOV, dan persetujuan oleh UPOV sendiri. "Hal ini justru akan mendorong privatisasi benih melalui penyeragaman dan paten benih," tegasnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

X