Bisnisbandung.com - Lima lembaga di bawah PBB mengeluarkan Laporan SOFI (The State of Food Security and Nutrition in the World) 2022 kemarin siang waktu New York, Amerika Serikat (06/07). Laporan tersebut mencatat angka kelaparan penduduk dunia mencapai 828 juta orang di tahun 2021.
Angka kelaparan penduduk tersebut meningkat 46 juta orang dibandingkan tahun 2020 (782 juta orang) dan meningkat 150 juta orang jika dibandingkan sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
Dengan data terakhir ini, PBB memprediksi jumlah angka kelaparan pada tahun 2030 mendatang lebih dari 670 juta orang dan angka ini jauh di atas target program zero hunger.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyampaikan, jumlah angka kelaparan tersebut akan berpotensi meningkat pada tahun ini seiring dengan dampak perubahan iklim ekstrem, pandemi Covid-19 yang belum usai dan perang antara Rusia dan Ukraina.
Baca Juga: Dunia Terancam Alami Krisis Pangan, Indonesia Bagaimana?
"Bahkan laporan tersebut menyebutkan bahwa perkiraan kenaikan tersebut mencapai 13 juta pada tahun 2022 dan 19 juta pada tahun 2023 – terkhusus karena penurunan ekspor pangan ke negara-negara yang kekurangan pangan"
"Kondisi inilah yang kemudian memicu tingginya indeks harga pangan tingkat global dan tingginya inflasi di beberapa negara, diantaranya di Asia, yakni Jepang, Korea, Malaysia, Bangladesh, Pakistan dan Srilanka"
"Mengacu kepada laporan indeks pangan FAO, indeks harga pangan sampai bulan Mei lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya dengan kisaran antara 133 hingga 159,7," papar Henry
Henry meneruskan, namun bila dianalisis data tahun-tahun sebelumnya, terkhusus ketika terjadi krisis pangan pada tahun 2008 perkembangan angka kelaparan landai dan kemudian meningkat tajam pada tahun 2021. Lebih dari itu kenaikan tajam pada tahun 2019 dan 2020 atau sebelum pandemi Covid-19 di akhir tahun 2020.
"Pada tahun 2020, terdapat hampir 3,7 triliun orang tidak dapat menjangkau pangan sehat karena tingginya harga pangan dan pada tahun 2021 terdapat 2,3 triliun tidak dapat cukup pangan," sebutnya.
Bagaimana dengan Indonesia?
Henry memaparkan, situasi pangan global yang tengah berkecamuk juga memberi dampak signifikan bagi Indonesia.
Turunnya permintaan internasional atas crude palm oil (CPO) sawit mengakibatkan penurunan signifikan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani.
"Sebelumnya, pemerintah Indonesia sempat mengambil kebijakan larangan ekspor CPO dan produk olahan sawit lainnya, akibat melonjaknya harga minyak goreng sawit di dalam negeri," tegasnya.
Artikel Terkait
Rocky Gerung: Percuma Diplomasi, Kalau Jokowi Tidak Buat Kebijakan Harga Pangan dan Energi
SPI: Kepentingan Dalam Negeri, Kepentingan Rakyat Terhadap Pangan Selayaknya Menjadi Prioritas Utama
Krisis Pangan, Akhiri WTO, Tegakkan Kedaulatan Pangan