Tersirat Kemenangan Dari Anies Baswedan, Kata Refly Harun Jangan Jumawa

Bisnis Bandung --- Pakar Politik dan Tata Negara, Refly Harun menegaskan kepada Anies Baswedan dan Jajaran Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta, tidak terlalu jumawa terkait keberadaan Jakarta International Stadium (JIS).

Refly Harun menegaskan, jumawa merujuk kepada kehadiran Jakarta International Stadium (JIS), yang bisa dianggap sebagai "landmark building" atau 'mahakarya" nya masa pemerintanan Anies Baswedan ini.

"Jadi sama - sama ngerem lah. PSI pun saya liat kritiknya cukup proporsional".

"Pihak pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Anies Baswedan pun seyogyanya proporsional, terkait keberadaan dan pemanfaatan Jakarta International Stadium (JIS) ini".

Baca Juga: Refly Harun: Pernyataan Budi Santosa Purwokartiko Dinilai Rasis Terkait Penutup Kepala ala Manusia Gurun

"Sehingga bertemulah (read : PSI dan Anies Baswedan) tahun ini. Hari ini, hari yang baik untuk saling memaafkan (read: PSI dan Anies Baswedan), walaupun secara politik berbeda" tegas Refly Harun.

Pernyataan Refly Harun tersebut menanggapi pemberitaan/statement PSI disejumlah media, yang mengkritisi pelaksanaan Sholat Ied di Jakarta Interntaional Stadium (JIS).

PSI mengingatkan agar dalam pelaksanaan Sholat Ied bebas kampanye terselubung dan berbau politik, disepanjang JIS".

Pernyataan Refly Harun tersebut, dikatakannya di channel youtubenya Refly Harun Offficial, yang tayang 2 Mei 2022.

Ada Makna Tersirat Kemenangan Dari Anies Baswedan

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan di akun instgram pribadinya menyatakan, ribuan bersujud di Jakarta International Stadium (JIS) pada pagi hari ini (02/05/22), menandai Shalat Ied pertama kalinya disebuah tempat yang menjadi "mahakarya" dari Jakarta.

Menurut Anies Baswedan, semua yang hadir adalah bagian dari sejarah, yang menjadi saksi ketika bisa bersujud dan bertakbir serta merayakan kemenangan.

Baca Juga: Refly Harun: Jabatan Luhut Binsar Pandjaitan Tak Mungkin Dicopot

JIS adalah tempat dimana ribuan anak bangsa bekerja dalam sunyi dua tahun lebih, untuk menegakkan sebuah bangunan, yang kemudian disebut mahakarya.