Tampaknya Pertamina kurang matang untuk merencanakan pola distribusi BBM penugasan sehingga terjadi kesenjangan antara pola konsumsi masyarakat vs pola konsumsi energi secara spasial jadi tidak match.
Pada dasarnya masyarakat perkotaan andaikan Pertalite tidak ada, tidak menjadi masalah dengan pola konsumsi pada saat ini. Masyarakat masih mampu, andaikan tidak ada Pertalite. Pertamax menjadi subtitusi utama.
Pada opsi kedua, pemerintah bisa memprioritaskan kepada sektor transportasi publik yang sudah babak belur selama pandemi.
Subsidi BBM kepada kendaraan publik secara kangsung atau tidak langsung memang digunakan oleh masyarakat yang pendapatannya rendah. Setidaknya lebih rasional dibandingkan mekanisme bebas saat ini.
Baca Juga: ASDP Melakukan Efisiensi Penggunaan BBM di Kawasan Pelabuhan dengan Beralih ke Energi Listrik
Dikatakan Yayan Satyakti, pada saat ini, walaupun public goods seperti subsidi BBM ini memang menyalahi konsep efisiensi anggaran. Tetapi pada saat ini kita mengalami extraordinary event dimana negara harus hadir selama pandemi dan pemulihan ekonomi.
Patut diingat Indonesia masih dalam disequilibrium economy, dan ini ditekan lebih kuat karen inflasi.
"Kita lihat di negara-negara lain meluncurkan kebijakan fiskal untuk meredam inflasi relatif bahkan AS meluncurkan Inflation Reduction Act (IRA), Uni Eropa juga sama. Mengapa Subsidi BBM pada tahun ini penting, karena subsidi ini adalah direct action dimana Direct Impact kebijakan subsidi one shot policy"
"Tujuan dari kebijakan ini meredam cost di sisi input melalui multipler effect terhadap perekonomian. Hal ini relatif optimal yang terlihat dari indikator makro walaupun boncos di inflasi"
"Fungsi dari subsidi ini menjaga momentum daya beli dan persiapan masyarakat pada tahun 2023 untuk pencabutan subsidi. Yang menjadi masalah saat ini distribusi subsidinya tidak dengan perencanaan matang. Bahkan cenderung untuk mencabut subsidi"
Subsidi non energi ini tidak direct action, karena outcome dan impact sektor social rate of return nya lama bisa 5 -10 tahun. Belum tentu pengusaha lokal juga diajak untuk menikmati subtitusi subsidi energi ini.
Proses pengadaan belanja publik tidak kondusif bisa 6-1 tahun. Dampaknya ya ditasakan 3-5 tahun yang akan datang. Sedangkan dampak inflasi hari ini, bukan nanti.
Menurut Yayan Satyakti, seharusnya dengan uang sebesar itu dan efektifitasnya tepat jika di manage dengan baik relatif efektif meredam inflasi. Itu sudah terbukti, yang menjadi masalah sekarang energy stock pile management pemerintah ini yang jelek.
Hal ini disebabkan rendahnya indrastruktur Pertamina pada sisi supply side, dan cenderung disinyalir masalah oligarki energi.
Artikel Terkait
Tagar Warga Net “Rindu” Tangisan Bu Puan, Harga BBM Naik Jaman SBY Nangis Terisak, Sekarang Diem
Ini Penyataan Jokowi Soal kenaikan BBM, Bahan Pangan dan Penundaan Pemilu
Cara Daftar BBM Subsidi Per 1 Juli 2022 Tanpa Aplikasi