Putusan MK Tidak Dijalankan, Persoalan Kelembagaan Petani Eksklusif dan Diskriminatif Masih Berlanjut

photo author
- Selasa, 2 Agustus 2022 | 11:00 WIB
Tidak dijalankannya putusan MK mengakibatkan persoalan kelembagaan petani yang eksklusif dan diskriminatif masih terjadi sampai dengan saat ini. (Dok. SPI)
Tidak dijalankannya putusan MK mengakibatkan persoalan kelembagaan petani yang eksklusif dan diskriminatif masih terjadi sampai dengan saat ini. (Dok. SPI)

"Untuk mengisi RDK dan RDKK, petani harus terdaftar sebagai anggota Poktan atau Gapoktan. Pendaftaran ini mesti ditempuh melalui Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian (Simluhtan)"

"Kondisi tersebut menyulitkan para petani yang tidak, maupun belum tergabung dan terdaftar dalam Poktan atau Gapoktan. Terlebih sistem ini bersandar pada keaktifan penyuluh untuk melakukan pendataan," sambungnya.

"Alih-alih mengakomodir petani muda di luar Poktan dan Gapoktan, Kementan justru mengukuhkan 2.000 Duta Petani Milenial (DPM) dan Duta Petani Andalan (DPA) pada bulan Agustus 2021 lalu"

"DPM dan DPA menyimbolkan fokus pemerintah untuk menggenjot regenerasi petani. Merujuk laporan BPS pada tahun 2018, sebanyak 71 persen petani di Indonesia sudah berusia 45 tahun ke atas, sementara yang berusia di bawah 45 tahun berjumlah 29 persen saja," lanjutnya lagi.

Angga menerangkan, DPM dan DPA juga didorong memenuhi target Menteri Pertanian RI untuk mencapai tiga kali lipat volume ekspor komoditas pertanian.

Target yang cukup ambisius ini jika ditelaah lebih dalam dapat menyampingkan potensi petani muda dan petani andalan lain yang tidak atau belum tergabung dan terdaftar sebagai anggota Poktan dan Gapoktan.

Mengingat sebagian besar basis pengukuhan 2.000 DPM dan DPA ini berasal dari data dinas pertanian ditingkat kabupaten/kota dan provinsi yang tentu saja mengacu pada Simluhtan.

"Pergeseran Kelembagaan Petani ini juga terjadi ketika Menteri Pertanian RI melakukan pengukuhan pengurus Jaringan Petani Nasional (JPN) pada bulan November 2021 di 15 Kabupaten dan 5 Provinsi"

"Kehadiran JPN dimaksudkan untuk memperkuat sekaligus menjadi mata dan telinga Kementan dalam mempercepat pembangunan pertanian secara maju, mandiri dan modern"

"Wadah baru yang digagas Kementan ini sebetulnya tidak akan jauh berbeda dengan Poktan dan Gapoktan. Namun lain hal apabila Kementan mengafirmasi kelembagaan petani yang masih tak terdata," paparnya.

Baca Juga: Melalui Program TMT+ SMK Negeri 1 Kempas Menciptakan Bibit Unggul Petani Milenial

"Tak pelak, ketidakmerataan pembinaan kelembagaan petani masih terus berlangsung. Berbagai program dan bantuan seperti kartu tani dan pupuk bersubsidi belum mencakup keseluruhan rumah tangga pertanian di Indonesia yang diperkirakan berjumlah 27,68 juta"

"Terkhusus bagi petani gurem dengan kepemilikan tanah kurang dari 0,5 hektare yang berjumlah sebanyak 16,25 juta rumah tangga atau hampir 60 persen," sebutnya.

Angga menekankan, pada saat yang bersamaan, kelembagaan petani yang eksklusif dan diskriminatif menjadikan UU Perlintan tidak dijalankan secara menyeluruh. Misalnya saja ketika petani banyak yang mengalami gagal panen di berbagai daerah.

Meskipun Pasal 33 UU Perlintan telah mengatur Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya dapat memberikan bantuan ganti rugi kepada petani yang mengalami gagal panen, fakta di lapangan tidak secara optimal dijalankan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Us Tiarsa

Sumber: Pers Rilis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X