Bisnis Bandung - Guru Besar ITL Trisaki Jakarta, Prof.Dr.H.Rully Indrawan mengatakan, Minggu lalu Presiden Jokowi dalam pertemuan dengan pimpinan kementerian/lembaga, Pemda, dan BUMN diberitakan marah-marah.
Ada apakah ini? Bagaimana dampaknya bagi pelaku UMKM? Dan yang paling penting bagaima meresponnya.
Forum itu dalam rangka program BBI (Bangga Buatan Indonesia) yang telah digagas sejak tahun 2020, yang tidak lain untuk meningkatkan gairah usaha dalam negeri terutama di masa pandemi ini.
Baca Juga: Metode Pembayaran Digital Di Indonesia Masih Dalam Tahap Awal, Belum Sampai Pada Tahapan Kompetisi
Pemerintah telah mengalokasikan porsi belanja negara untuk mikro usaha kecil dan menengah (UMKM) sebagaimana diatur Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Koperasi dan UMKM mendapatkan porsi 40% dari total nilai pengadaan barang dan jasa pemerintah. Untuk tahun 2021, anggaran itu sebesar Rp1.214 Triliun di 2021.
Namun, berdasarkan data LKPP realisasinya masih jauh dari harapan. Ini yang membuat presiden Jokowi marah-marah. Tahun 2022 ini, kembali Presiden menargetkan 40% dari APBN yang diperuntukkan bagi kementerian atau instansi pemerintah untuk pengadaan barang dan jawa yang nilainya Rp 526 triliun per tahun.
Baca Juga: Pemprov Jabar Sukses Dukung Vaksinasi Massal Hari Penyiaran Nasional
Begitupun dari APBD dan yang mencapai Rp 535 triliun per tahun dan BUMN Rp 423 triliun; 40% harus dialokasikan ke sektor UMKM.
Menurut Prof.Dr.H.Rully Indrawan, ini peluang yang bagus untuk pelaku usaha nasional, masalahnya apa yang harus dilakukan untuk memanfaatkan kesempatan itu oleh pelaku usaha khsusunya UMKM?
Implikasi dari kemarahan presiden bisa berdimensi banyak, karena akar masalahnya juga banyak. Bisa secara politis misal, resufle kabinet, maupun pada praktik reformasi birokrasi.
Baca Juga: Penundaan Pemilu Biasanya Keinginan Incumbent
Ada persoalan teknis yang mungkin menjadi penting dan bisa jadi kambing hitam. Namun sekaligu menjadi umpan balik positif bagi para pelaku usaha. Yakni persoalan, masuknya produk pelaku usaha khususnya UMK pada e-katalog LKPP.
Bagi sekitar 90% pelaku usaha nasional atau sekitar 60 juta pelaku, persoalan memasukan produk barang dan jasa ke e-katalog mungkin masih cukup berat, rumit, dan asing. Saat ini masih kurang dari 10% pelaku usaha nasional yang sudah melek teknologi termasuk dalam memanfaatkan sistem aplikasi jenis ini.
E-katalog LKPP adalah aplikasi belanja online yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pada aplikasi tersebut tersedia berbagai macam produk yang dibutuhkan oleh pemerintah.
Baca Juga: Ismail : Jangan Mudah Percaya Big Data Luhut Memanfaatkan Ketidaktahuan Publik
Artikel Terkait
3 Destinasi Wisata Terkini Pantai Pangandaran
Badan Intelejen Negara Daerah (BINDA) Jawa Barat, Terus Lakukan Percepatan Vaksinasi Untuk Mencapai Cakupan
Tanaman Kaktus Hias Mini Percantik Ruangan
Kapolres Cimahi Pastikan Ketersediaan Minyak Goreng di Cimahi dan KBB Jelang Bulan Suci Ramadhan, Aman
Pemain Legenda MU Ini Ingin Latih Manchester United