Bisnisbandung.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai tukar petani (NTP) Nasional pada Bulan November 2022 berada di angka 107,81 atau mengalami kenaikan 0,50 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Kenaikan NTP November 2022 dikarenakan indeks yang diterima oleh petani (lt) mengalami kenaikan sebesar 0,66 persen lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (lb) sebesar 0,15 persen.
Kenaikan NTP November 2022 juga dipengaruhi oleh naiknya lt pada 3 subsektor, yakni tanaman pangan (0,02 persen); tanaman perkebunan rakyat (2,57 persen); dan subsektor peternakan (0,14 persen).
Baca Juga: SPI: Tolak Impor Beras, Kerja Bulog dan Bapanas Belum Maksimal
Sementara itu, dua subsektor lainnya mengalami penurunan, yaitu subsektor hortikultura (2,57 persen); dan perikanan (0,32 persen).
Menanggapi hal tersebut Ketua Departemen Kajian Strategis Nasional Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Mujahid Widian, menyebutkan NTP nasional menunjukkan tren positif dalam 4 bulan terakhir.
Secara khusus hal ini disebabkan kenaikan NTP subsektor tanaman pangan, dan membaiknya NTP perkebunan rakyat yang sempat anjlok beberapa bulan lalu.
“Terhitung sejak Agustus 2022, NTP nasional terus mengalami peningkatan dan sudah mencapai nilai yang ditarget pemerintah yakni rentang 105 – 107. Secara khusus memang subsektor tanaman pangan dan perkebunan rakyat yang menjadi penopang, tapi hal ini perlu dikaji lebih mendalam lagi,” ujarnya.
Baca Juga: Amankan Stok Beras, BULOG Siapkan Dana Triliunan
Ia melanjutkan, NTP subsektor tanaman pangan pada bulan November 2022 mencatat kenaikan sebesar 0,02 persen disebabkan kenaikan indeks lt sebesar 0,22 persen lebih tinggi dari kenaikan lb sebesar 0,20 persen. Kelompok tanaman padi menjadi penyumbang terbesar kenaikan tersebut.
“Hal ini bisa kita lihat dari kenaikan harga gabah dan beras saat ini, yang bahkan menurut BPS sudah mengalami inflasi selama lima bulan terakhir"
"Penyebabnya karena terbatasnya panen pada akhir tahun sehingga memicu kenaikan harga. Persoalannya apakah ini secara langsung dinikmati oleh petani? Ini yang menurut kita di SPI tidak otomatis terjadi, karena stok gabah/beras sudah tersebar baik itu di Bulog, pedagang, penggilingan maupun rumah tangga,” paparnya.
Mujahid melanjutkan, subsektor lainnya yang mengalami kenaikan, yakni tanaman perkebunan rakyat, juga kembali mencatat tren positif setelah sempat anjlok pada rentang Mei hingga Juli 2022 lalu.
“Meskipun belum mencapai harga sebelum kebijakan larangan ekspor CPO diberlakukan, namun laporan dari anggota SPI di beberapa wilayah rata-rata menyebutkan harga TBS relatif cukup bagus"
"Di Asahan, Sumatera Utara, harga fluktuatif dari Rp2.180 hingga Rp2.350/kg di tingkat petani. Hal ini juga disebabkan karena musim trek, atau kondisi panen yang tidak normal seperti biasa. Di wilayah lain seperti Jambi dan Riau juga, harga di kisaran Rp2.000 hingga Rp2.400/kg,” terangnya.
Sementara itu, subsektor hortikultura kembali mencatatkan penurunan selama 4 bulan berturut-turut, setelah sempat naik tinggi pada bulan Juli 2022 lalu. Penurunan ini kembali disumbangkan oleh kelompok sayur-sayuran, khususnya cabai merah.