news

Krisis Pangan Global Membuktikan Konsep Ketahanan Pangan Gagal Menjawab Persoalan Pangan

Senin, 17 Oktober 2022 | 11:00 WIB
SPI melansir, kedaulatan pangan adalah jawaban untuk Atasi Krisis Pangan (istimewa)

Henry melanjutkan, pada survei pertanian antar Sensus (SUTAS 2018), RTUP pengguna lahan mengalami peningkatan menjadi 27,2 juta dari 25,7 juta di tahun 2013.

Sayangnya, jumlah petani gurem (dengan kepemilikan tanah di bawah 0,5 hektar) juga mengalami peningkatan dalam SUTAS (2018) dari 14 juta (2013) menjadi 15,8 juta (2018).

"Krisis regenerasi petani juga menjadi ancaman di masa depan. SUTAS 2018 menunjukkan bahwa jumlah kelompok umur kepala rumah tangga petani di bawah 35 tahun juga menurun," lanjutnya.

Henry memaparkan, SPI juga menyoroti mengenai alih fungsi lahan pertanian dan pangan di Indonesia.

Baca Juga: SPI: Kepentingan Dalam Negeri, Kepentingan Rakyat Terhadap Pangan Selayaknya Menjadi Prioritas Utama

"Tahun 2019 alih fungsi lahan pertanian sudah sekitar 150 .000 hektar. Diperkirakan pada tahun 2045 lahan sawah kita tinggal sekitar 5,1 juta hektar, dari perkiraan lahan baku sawah saat ini sekitar 7,46 juta hektar (Badan Litbang Kementerian Pertanian)"

"Bandingkan dengan luas tanaman lainnya, misalnya sawit yang jumlahnya mencapai 15,8 juta hektar (versi BPS) bahkan 20 juta hektar termasuk di kawasan hutan (studi KPK)," paparnya.

Krisis Perubahan Iklim dan Paradigma Pembangunan

Sebagaimana yang disebutkan di laporan SOFI tentang perubahan ikilm, Henry menjelaskan, ancaman krisis pangan juga datang dari krisis iklim yang sangat berdampak terhadap kehidupan pertanian.

Perubahan iklim saat ini sudah tidak bisa diprediksi sebagaimana yang dilakukan oleh petani dengan mengacu kepada jadual musim tanam yang selama ini jadi pedoman petani.

Baca Juga: SPI: Harga TBS Terjun Bebas, PKS Harus Bayar Selisih Pembelian ke Petani

Hal yang paling sering dialami saat ini: kemarau panjang; banjir; angin besar; hingga suhu udara yang ekstrim menyebabkan kerusakan pada tanaman, sehingga petani mengalami gagal panen berdampak kepada kesejahteraan," paparnya.

Perubahan iklim ekstrim bukan semata-mata merupakan peristiwa alami, tetapi juga merupakan dampak dari paradigma pembangunan yang mendegradasi lingkungan dan merusak hutan (deforestasi).

Dalam hal ini diantaranya adalah penerapan pertanian revolusi hijau, pertanian dan perkebunan berskala luas ( monokultur) dan industri pertambangan mineral dan gas.

Pembukaan hutan untuk perkebunan sawit dan juga Food Estate akan menjadi pemicu terjadinya perubahan iklim.

Halaman:

Tags

Terkini