news

SOFI 2022: Angka Kelaparan Meningkat! Saatnya Kedaulatan Pangan

Jumat, 8 Juli 2022 | 12:00 WIB
PBB memprediksi jumlah angka kelaparan pada tahun 2030 mendatang lebih dari 670 juta orang dan angka ini jauh di atas target program zero hunger (pixabay)

"Petani sawit mandiri menjadi pihak yang paling dirugikan akibat situasi tersebut. Saat ini, harga TBS berada di kisaran Rp1.200 per kg, atau mengalami penurunan hingga 60 persen, dari harga sebelumnya yang sempat menyentuh kisaran Rp3.600," sambungnya.

"Ironisnya, kendati harga TBS mengalami penurunan, tetapi tidak untuk harga minyak goreng sawit, baik itu minyak goreng kemasan (naik 100 persen dari harga normalnya di Rp25.000/liter) maupun minyak goreng curah yang mayoritas berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah," lanjutnya.

Baca Juga: Kementerian Pertanian Jamin Kebutuhan Pangan Jelang Idul Adha

Henry mengingatkan, situasi menjadi semakin pelik mengingat Indonesia mencatatkan kenaikan inflasi sebesar 0,61 persen secara bulanan (Juni 2022) dan 4,35 persen secara tahunan. Faktor yang menjadi penyumbang kenaikan inflasi ini adalah kenaikan harga bahan pangan, yakni cabai merah, cabai rawit, bawang merah, hingga telur.

"Kenaikan harga bahan pangan tersebut juga diimbangi dengan kenaikan biaya produksi atau modal yang dikeluarkan oleh petani, yakni untuk pupuk hingga bibit tanaman," keluhnya.

Saatnya Kedaulatan Pangan dan Penerapan UNDROP

Hal senada disampaikan Ketua Departemen Luar Negeri Dewan Pengurus Pusat (DPP) SPI Zainal Arifin Fuad. Ia menegaskan, krisis pangan di atas terjadi tidak hanya karena kekurangan suplai tetapi pada permasalahan keterjangkauan dan pemusatan produksi pangan, sehingga memicu terjadinya spekulasi pangan yang kemudian menimbulkan naiknya harga pangan dunia.

"Inilah kegagalan sistem pangan dunia – yang menerapkan perdagangan pasar bebas melalui WTO dan Perjanjian Perdagangan Pasar Bebas".

Sebagai konsekuensinya, impor pangan tidak terhindarkan walau impor tidak selalu karena kekurangan produksi dan sekaligus mengutamakan orientasi ekspor dibandingkan orientasi memenuhi kebutuhan nasional," papar Zainal yang juga anggota Komite Koordinasi Internasional La Via Campesina (Gerakan Petani Internasional).

Baca Juga: Presiden Joko Widodo Hadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7, Fokuskan Pangan dan Pupuk

"Namun sayangnya solusi krisis yang ada dan ditawarkan selalu sama, yaitu pasar bebas dan terbuka. Hal ini bisa dilihat dari berbagai rekomendasi dari UNFSS 2021, WEF Mei 2022, pertemuan G7 Juni 2022, WTO Jenewa, Juni 2022 dan bahkan apa yang disampaikan oleh FAO pada peluncuran SOFI 2022, yakni komitmen dan fleksibilitas sesuai aturan WTO"

"Tentu hal yang patut dipertanyakan kenapa mesti memakai solusi atau resep yang sama?," sambun Zainal yang turut hadir di Jenewa menolak Konferensi Tingkat Menteri (KTM) 12 WTO, Juni lalu.

Zainal mengemukakan, solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi kelaparan dan kegagalan sistem pangan dunia adalah dengan menerapkan kedaulatan pangan’.

"Kedaulatan pangan adalah hak setiap bangsa dan setiap rakyat untuk memproduksi pangan secara mandiri dan hak untuk menetapkan sistem pertanian, peternakan, dan perikanan tanpa adanya subordinasi dari kekuatan pasar internasional," terangnya.

Zainal menambahkan, terkait tanah, sebagai faktor produksi utama bagi petani, kedaulatan pangan mengharuskan reforma agraria dilaksanakan, sebagai upaya pengakuan dan pemenuhan hak atas tanah bagi petani, sebagai alat produksinya. Hal tersebut berbeda dengan kondisi saat ini, dimana tanah sebagian besar dikuasai oleh Korporasi.

Halaman:

Tags

Terkini