Bisnisbandung.com - Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II, disebar ke semua negara di Asia, melucuti tentara Jepang. Tanggal 29 September 1945, tiga divisi pasukan Sekutu mendarat di Jakarta.
Tiga divisi Sekutu itu di bawah komando Inggris (British Force). Satu divisi di bawah komando Mayjen D.C.Hawthorn ditempatkan di Jawa Barat. Dua divisi lagi ditempatkan di Sumatera dan di Jawa Tengah.
Bersamaan dengan itu masuk pula pasukan Belanda (NICA). Belanda sebagai bagian dari Sekutu, bagai mendapat durian runtuh. Mereka merasa punya hak merampas Indonesia dari tentara Jepang.
Baca Juga: Indonesia Resmi Menganut Sistem Multipartai, Anggota PPKI Tidak Sepakat Membentuk Partai Tunggal
Pasukan Sekutu datang ke Indonesia dengan tugas:
1. Menerima penyerahan kekuasaan dari tentara Jepang.
2. Membebaskan tawanan perang dan internira Sekutu.
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang, kemudian dipulangkan.
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai kemudian diserahkan kepada pemerintah sipil.
5. Menghimpun keterangan dan menuntut penjahat perang.
Kesempatan itu digunakan Belanda mengumpulkan tawanan orang Belanda dan bekas pasukan KNIL (tentara Belanda orang pribumi) dan mempersenjatainya. Mereka tahu, Indonesia sudah merdeka, 17 Agustus ’45 tetapi mereka mengabaikannya.
Sekutu mengakui adanya pemerintah Republik Indonesia namun hanya secara de facto sedangkan secara de jure masih sebagai jajahan Jepang. Karena itu Belanda menuntut RI harus diserahkan kepada Sekutu.
Belanda di bawah lindungan Sekutu mendesak RI menyerahkan kekuasaannya. Tanggal 25
Oktober ’45 Sekutu menyerbu penjara, membebaskan tawanan perang RI. Hal itu menyulut kemarahan rakyat.
Baca Juga: Indonesia Pernah Punya Gagasan Bentuk Pemerintahan Presidensial Partai Tunggal
Bukan itu saja, 9 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum, semua orang Indnonesia yang memegang senjata harus menyerahkan diri dan senjatanya. Ultimatum itu
diradsakan sebagai penghinaan terhadap bangsa dan negara Indonesia.
Batas penyarahan itu tanggal 10 November. Rakyat Surabaya tidak mengindahkan ultimatum itu bahkan menghimpun kekuatan dan menyerang pasukan Sekutu. Terjadilah perang dahsyat, 10 November 1945.
Sekutu mengerahkan satu divisi bantuan yaitu Divisi India- 5 bersama-sama divisi Mallaby yang sudah berada di Surabaya. Pasukan Sekutu berkekuatan 10 sampai 15 ribu tentara. Pasukan darat juga dibantu pasukan nudara dan laut.
Pada pertempuran Surabaya itu, muncul nama orator Soetomo. Melalui corong pengeras suara, Bung Tomo memberi semangat kepada rakyat terus maju melawan pasukan Sekutu. Dikabarkan, saat itu Komandan Pasukan Sekutu, Brijen Mallaby meninggal dunia.
Peristiwa heroik rakyat Surabaya itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Pahlawan yang diperingati tiap-tiap tanggal 10 November sampai sekarang.
Artikel Terkait
Apa Untung dan Ruginya Presidensial Multi-Partai? Makin Banyak Orang Dirikan Parpol
Presiden Jokowi : Tidak Semua Produk Nasional Harus Memiliki Standar Nasional Indonesia
Menelusuri Saat-saat Proklamasi Kemerdekaan (1) PENGESAHAN UUD 45 SEHARI SETELAH PROKLAMASI