Baca Juga: Bocoran Rahasia! Pengamat Ungkap 6 Isu Panas di Balik Pertemuan Prabowo–Jokowi 4 Oktober
Fenomena Langka: Macan Tutul Muncul di Siang Hari
Dosen dan peneliti lingkungan Universitas Padjadjaran, Johan Iskandar, menilai kemunculan macan tutul di area hotel pada siang hari merupakan fenomena yang sangat jarang terjadi.
“Macan tutul umumnya aktif di malam hari dan cenderung menghindari manusia. Jika muncul di siang hari, biasanya karena kondisi fisik melemah atau kekurangan sumber makanan,” tutur Johan.
Ia menjelaskan, alih fungsi lahan menjadi penyebab utama rusaknya habitat macan tutul. Hutan-hutan di Jawa Barat, seperti Cisokan, Tangkuban Parahu, dan Sanggabuana, terus menyusut akibat perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali.
Kondisi ini membuat populasi mangsa alami seperti babi hutan, kancil, dan burung liar menurun drastis, sehingga macan tutul terpaksa mencari mangsa yang lebih mudah dijangkau, seperti ternak atau anjing peliharaan di sekitar permukiman.
Johan juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam konservasi. Dulu, masyarakat lokal memiliki pengetahuan ekologi tradisional yang menghormati macan tutul sebagai simbol keramat, sehingga mereka enggan merusak habitatnya.
“Sayangnya, kepercayaan itu mulai luntur. Ditambah lagi, tekanan ekonomi membuat sebagian orang tergiur memperdagangkan kulit macan tutul,” kata Johan.
Ia menegaskan perlunya pengawasan ketat dan penegakan hukum tegas untuk menjaga kelestarian satwa tersebut.
Populasi Macan Tutul Jawa Terus Menurun
Macan tutul jawa kini hanya tersebar di sekitar 29 petak habitat, sebagian besar berada di kawasan taman nasional yang kecil dan terisolasi.
Populasinya diperkirakan kurang dari 350 individu dewasa di alam liar.
Selama dua dekade terakhir, jumlahnya terus menurun akibat fragmentasi habitat dan tekanan manusia.
Pada 27 Februari 2024 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama berbagai instansi melaksanakan Java-Wide Leopard Survey (JWLS) — survei yang bertujuan menghitung dan memetakan populasi macan tutul jawa di seluruh Pulau Jawa.
Hingga kini, survei telah dilakukan di tujuh bentang alam, antara lain Rawa Danau, Burangrang, Ciremai, Panusupan, Sindoro-Dieng, dan Bromo Tengger Semeru. Dari hasil pemantauan kamera pengintai, tim JWLS berhasil mengidentifikasi 34 individu, terdiri atas 11 jantan dan 23 betina.
Selain itu, analisis genetika di Laboratorium Analisis Genetik Satwa Liar Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan 70 sampel DNA kotoran, menunjukkan keberadaan 37 individu jantan dan 18 betina, dengan beberapa sampel masih dalam proses analisis.
Artikel Terkait
Viral! Tukang Parkir Bandung Minta Rp30 Ribu, Polisi Turun Tangan: Malukan Kota Wisata!
Aksi Brutal ‘Mata Elang’ di Bandung Berakhir Tragis, Polsek Cileunyi Bekuk 9 Orang
Warga Parung Panjang Diancam? Gubernur Dedi Mulyadi: Saya Tak Akan Diam!
Viral! Eceu Gacor Kritik Dedi Mulyadi, Malah Diajak Ngobrol Langsung!
Pelamar Kerja Dipalak hingga Rp15 Juta, Gubernur Dedi Mulyadi Ngamuk di Depan Warga!
Cukup Upload Ijazah! Dedi Mulyadi Resmi Hapus Jalur Calo Lewat Aplikasi ‘Nyari Gawe’