Bisnisbandung.com - Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menghapus dana hibah untuk yayasan keagamaan khususnya pondok pesantren terus menuai polemik.
Kali ini Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono angkat bicara dan menyentil sikap Dedi Mulyadi yang dinilai tidak melibatkan DPRD dalam proses pembahasan anggaran tersebut.
Menurut Ono penghapusan dana hibah di APBD 2025 bukan hanya melukai hati masyarakat tapi juga mencederai prinsip musyawarah dan kolaborasi antara eksekutif dan legislatif.
Baca Juga: Pilpres Masih Jauh, Waketum Golkar Tegaskan Media Jangan Tanya-Tanya Lagi Ke Parpol
Dikutip dari instagramnya, Ono menjelaskan "Keputusan tersebut mengabaikan aspirasi publik dan semangat kebersamaan."
"Ini bukan soal politik semata tapi soal keadilan dan transparansi," kata Ono.
Ono menilai,banyak program aspiratif dari masyarakat yang ikut terpangkas termasuk bantuan kepada organisasi kemasyarakatan dan pembangunan usulan dari kabupaten/kota.
Ia berharap Dedi Mulyadi bisa membuka ruang dialog untuk menyusun kebijakan yang lebih menyeluruh.
"Kalau memang ada ponpes yang menerima hibah besar dan dicurigai, ya diverifikasi. Jangan serta-merta dicoret tanpa komunikasi," lanjutnya.
Baca Juga: Demokrat Ditanya Soal Target di 2029, Jubir: Kami Belum Mau Membahas Soal Wapres
Sebelumnya Gubernur Dedi Mulyadi mengungkap temuannya soal banyaknya yayasan bodong yang menyerap dana hibah Pemprov hingga miliaran rupiah.
Ia menyebut dana tersebut kerap jatuh ke yayasan yang memiliki akses politik bukan kepada pesantren yang benar-benar membutuhkan.
"Ada yayasan bikinan baru langsung dapet Rp2 miliar, Rp5 miliar. Bahkan ada pesantren nerima Rp50 miliar! Saya enggak mau uang rakyat Jabar dinikmati segelintir orang," tegas Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi juga menuturkan bahwa banyak bantuan hibah diberikan hanya karena relasi kekuasaan bukan atas dasar kebutuhan objektif.
Baca Juga: PAN Dukung Penuh Prabowo Subianto Maju di Pilpres Lagi, Waketum PAN: Gibran Belum Tentu