Bisnisbandung.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa label ‘anti-Islam’ kerap digunakan sebagai alat politik untuk menjatuhkan lawan.
Dalam instagramnya, Dedi Mulyadi menyebut bahwa sikap anti-Islam bukan soal penampilan tapi bagaimana pemimpin memperlakukan rakyat kecil.
"Pertanyaannya yang disebut anti-Islam itu bagaimana sih?" kata Dedi Mulyadi.
Menurutnya orang yang anti-Islam adalah mereka yang menyakiti anak yatim, tak peduli terhadap fakir miskin, dan menghabiskan anggaran negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Dedi Mulyadi menjelaskan "Islam itu mengajarkan keberpihakan pada orang miskin, anak yatim."
"Jadi pemimpin anti-Islam itu ya yang nggak berpihak ke publik, yang belanja negaranya untuk hal-hal koruptif," tegasnya.
Dedi Mulyadi menyinggung soal dana hibah ratusan miliar hingga triliunan yang hanya dinikmati oleh segelintir kelompok.
Baca Juga: Polisi Dinilai Profesional Tangani Kasus Kematian Arya Daru, Ini Kata Penasihat Ahli Polri
Ia menilai jika ada pemimpin yang tega membiarkan masyarakat kelaparan.
Sementara dana negara habis untuk hal tidak bermanfaat maka itulah sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Lebih lanjut Dedi Mulyadi juga merespons soal simbol-simbol keagamaan yang kerap digunakan sebagai alat pencitraan.
"Kalau soal simbol saya bisa saja pakai peci, gamis, tasbih ditenteng ke mana-mana, tiap hari divideo masuk masjid, sholat, ikut majelis. Tapi apakah kesalehan itu hanya sebatas itu?" ujarnya.
Ia menyebut bahwa kesalehan seorang pemimpin seharusnya diukur dari seberapa besar manfaat yang diberikan kepada rakyat.
Artikel Terkait
Kekurangan Guru Parah, Ini Langkah Dedi Mulyadi dan Pemprov Jawa Barat
Dua Janji Dedi Mulyadi: Petani Sehat, Anak Nelayan Sekolah
Megawati Ungkap Alasan Terima Lagi Jabatan Ketum PDI Perjuangan
Ray Rangkuti Bongkar Strategi Politik Prabowo Usai Amnesti Hasto, Tarik Ulur dengan Jokowi dan Megawati
Pemberian Amnesti & Abolisi, Pengamat: Apakah Harmoni Politik Terwujud?
Ekonom Kritik Klaim Menteri Amran Soal Rupiah Bisa Rp1.000 per Dolar AS, Ini Alasannya