SPI: Pemerintah Harus Berkomitmen Pada Kebijakan Berorientasi Kepentingan Rakyat, Bukan Bisnis Semata

photo author
- Rabu, 6 Juli 2022 | 10:25 WIB
SPI melansir belum ada kebijakan pemerintah yang efektif untuk mengatasi gejolak di masing-masing subsektor NTP (unsplash)
SPI melansir belum ada kebijakan pemerintah yang efektif untuk mengatasi gejolak di masing-masing subsektor NTP (unsplash)

Berkebalikan dengan NTP tanaman pangan, kenaikan NTP tertahan oleh tingginya biaya produksi dan penambahan modal (1,13) dibanding dengan kenaikan indeks konsumsi ( 0,90). Ini bisa dilihat dari tingginya biaya pembelian pupuk.

“Laporan anggota SPI menyebutkan faktor cuaca ekstrem, mengakibatkan produksi cabai tidak maksimal sehingga harganya melonjak"

"Di Kepahiang, Bengkulu misalnya, curah hujan yang tinggi mengakibatkan panen tidak maksimal. Alhasil harga di tingkat petani melonjak di kisaran Rp65.000 – Rp72.000/kg. Begitu juga di wilayah-wilayah lain, seperti di Deliserdang, Bogor, dan Sukabumi,” paparnya.

“Untuk jenis sayur-sayuran daun juga mengalami kenaikan. Di Bogor misalnya, karena petani banyak yang tidak menanam ketika libur lebaran lalu, terjadi penurunan produksi saat ini. Faktor harga yang jarang kali stabil juga berdampak, banyak petani yang enggan menanam,” tambahnya.

Baca Juga: NTP Januari Naik, Petani Hortikultura Masih Merana

Mujahid menjelaskan, pada subsektor perkebunan rakyat, rendahnya harga di tingkat petani masih menjadi momok utama khususnya komoditas sawit.

Kendati pemerintah sudah mencabut larangan kebijakan ekspor CPO dan turunannya, namun hal ini belum dirasakan di lapangan, khususnya bagi para petani sawit mandiri dan anggota SPI di berbagai wilayah.

“Kendati kebijakan larangan ekspor sudah dicabut, nyatanya harga Tandan Buah Segar (TBS) anjlok di tingkat petani. Di beberapa wilayah, salah satunya Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi bahkan mencapai Rp300/kg di ladang"

"Sampai akhir Juni lalu, laporan anggota SPI di berbagai wilayah menyebutkan harga TBS sudah beranjak naik sedikit, di kisaran Rp1.200 – 1.300/kg,” jelasnya.

“Hal ini tentu menjadi pukulan keras bagi pemerintah, mengingat selama ini subsektor tanaman perkebunan rakyat menjadi penopang utama kenaikan NTP nasional"

"Situasi ini mungkin terus berlanjut, mengingat tren penurunan harga masih terjadi sampai di awal Juli ini.” tambahnya.

Pada saat yang sama petani perkebunan rakyat mendapatkan tekanan dari kenaikan indeks harga konsumsi ( 1.31) yang boleh jadi mereka memberli minyak goreng dengan harga mahal, sementara sawit dari yang mereka hasilkan," paparnya.

Mujahid melanjutkan, subsektor lainnya yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah subsektor peternakan rakyat.

Kendati tercatat mengalami kenaikan, pemerintah diminta terus mewaspadai dinamika yang terjadi di subsektor ini, khususnya menjelang Idul Adha dan wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang semakin masif di wilayah-wilayah Indonesia.

“Secara umum, saat ini sektor peternakan sedang dihadapkan pada kenaikan harga pakan yang mencapai 25 - 30%. Hal ini memang berimbas pada harga ternak sendiri yang turut naik, walaupun kenaikannya tidak setinggi kenaikan biaya produksi"

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Us Tiarsa

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X