BisnisBandung.com - Terhitung tanggal 13 Desember 2022 - 15 Desember 2022, sejumlah federasi serikat buruh/serikat pekerja yang tergabung kedalam Aliansi Upah Dasar Hidup Layak atau AFWA menyelanggarakan diskusi/brainstorming/workshop, terkait sejumlah permasalahan berkaitan dengan sektor ketenagakerjaan, ancaman ekonomi global, kesejahteraan, upah (UMP/UMK), di Kota Bandung.
Permasalahan yang pertama, AFWA, mengupdate kondisi terkini perburuhan, kondisi serikat pekerja/serikat buruh selama 2 tahun terakhir ini.
Kemudian, AFWA juga menganalisis terhadap kenaikkan upah buruh/pekerja diseluruh Indonesia baik upah minimum provinsi (UMP) maupun upah kabupaten/kota (UMK) tahun 2023.
Baca Juga: Aksi Serempak, 50 Ribu Buruh KSPI Geruduk Istana Tolak Kenaikkan BBM dan Omnibus Law
"Kita sedang melakukan analisis terkait dengan beberapa kebijakan atau beberapa regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini, terutama yang bersinggungan kepada kami, para pekerja/buruh" kata Ketua Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Nasional (DPP SPN) sekaligus Ketua Industrial Indonesia Council, Iwan Kusmawan, kepada Bisnis Bandung, di Bandung.
Iwan Kusmawan menyatakan, aliansi buruh yang mengikuti Workshop Aliansi upah Dasar Asia (AFWA), terdiri dari 25 orang peserta dari berbagai serikat buruh yakni Federasi Serikat Pekerja Nasional (SPN), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Serikat Buruh Sejahtera Indoneaia (SBSI) 92, Serikat Buruh Indonesia (SBI), Serikat Buruh Gartek, Lembaga Informaai Peburuhan Sedane-Sedane (LIPS) dan Trade Union Rights Center (TURC).
“Kami yang tergabung kedalam AFWA, salah satu konsentrasinya yakni berkaitan dengan upah dasar di Asia, maka konsentrasi kami adalah kepada analisis penetapan upah minimum provinsi (UMP)/upah minimum kabupaten-kota (UMK) yang dikeluarkan oleh seluruh Gubernur, hasil rekomendasi dari Bupati dan Walikota.
Baca Juga: Puluhan Serikat Buruh di Cimahi dan KBB Bentrok di Ajang Sepakbola Kapolres Cimahi Cup 2022
Konsentrasi penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK), salah satunya yakni belum menyentuh pada satu titik, dimana titik yang belum terakomodir yakni terkait dengan non pangan dan kalori.
"Karena kalau non pangan dan kalori belum termasuk kepada sebuah sistem terkait dengan penetapan upah, maka itu belum sempurna, sebagaimana upah minimum itu menjadi upah layak", tegas Iwan Kusmawan.
Dikatakan Iwan Kusmawan, karena kita backgroundnya sama, SP/SB maka kita bicara kesejahteraan dari sisi upah.
Setelah analisis, dan setelah kita lihat obyektifitas secara umum, penetapan upah minimum provinsi (UMP) /upah minimum kabupaten-kota (UMK) selama ini mengacu kepada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, padahal ternyata ada dua eleman yang menjadi substansi yang seharusnya menjadi pijakan ketika penetapan upah minimum, yakni terkait dengan nonpangan, termasuk salah satunya gas, lpg, bbm, listrik.
Yang kedua adalah kalori. Kalori setiap pekerja itu rata - rata berapa? sementara, ada dalam Peraturan Menteri Kesehatan, kalori setiap orang/pekerja minimal harus mencapai 3000 kalori.