Bisnis Bandung - Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama ( LPBI NU) Jawa Barat, menolak rencana pembangunan Jalan tol Bandung Ciwidey dan Pangalengan, yang digadang - gadang oleh Bupati Bandung, Dadang Supriatna.
Pemerintah Kabupaten Bandung dibawah kepemimpinan, Dadang Supriatna berencana akan membangun jalan tol, Bandung - Ciwidey, dan Ciwidey - Pangalengan.
Menurut Bupati Bandung, Dadang Supriatna, pembangunan jalan tol ini merupakan terusan dari jalan tol Seroja (Soreang – Pasir Koja).
Baca Juga: Krisis Iklim Ancam Masa Depan Jutaan Anak dan Keluarga Jatuh Dalam Kemiskinan di Indonesia
Biaya pembangunannya menurut Dadang Supriatna, akan menelan biaya sebesar Rp 6 triliun (6 T), dan pra FS nya sekarang suda selesai.
Sementara itu, para aktivis dari berbagai organiisasi lingkungan banyak yang menolak rencana pembangunan tersebut.
Penolakan salah satunya dari Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama Jawa Barat (LPBI NU), sebuah organisasi kebencanaan dan lingkungan yang berada dibawah organisasi Nahdlatul Ulama (PW NU) Jawa Barat.
Baca Juga: Sumedang Jadi Perwakilan Jawa Barat Dalam Penerapan dan Pengaplikasian Smart City
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama Jawa Barat (LPBI NU), dengan tegas menolak rencana pembangunan ini.
Menurut Dadang Sudardja, Ketua Pimpinan Wilayah LPBI NU Jawa Barat, yang juga Ketua Dewan Nasional WALHI Periode 2012-2016, keberadaaan jalan tol tersebut akan memicu terjadinya kerusakan lingkungan yang lebih massif di Kawasan Bandung Selatan, apalagi kalau sampai masuk ke wilayah cagar alam Gunung Tilu.
Menurut Dadang Sudardja, Cagar Alam Gunung Tilu berfungsi sebagai daerah "Catcment Area".
Baca Juga: Tiga Kampung di KBB Diterjang Longsor, Puluhan Rumah Alami Rusak
Cagar Alam Gunung Tilu memliki fungsi sebagai daerah tangkapan air, yang menjadi sumber air bagi sungai dan anak-anak sungai, serta sumber air minum bagi masyarakat.
Dadang Sudardja menegaskan, pembangunan jalan tol akan berdampak pada perubahan bentang alam, dan sudah bisa dipastikan akan mengganggu ekosistem dan habitat flora, fauna terutama yang ada di Kawasan Cagar Alam Gunung Tilu.
Hal lain, apabila jalan tol sudah terbangun, ini akan memicu alih fungsi lahan yang massif, karena akan ada pembangunan ikutan, seperti perumahan, resort, vila-vila, hotel dan fasilitas pendukung pariwisata.
Alih fungsi lahan, maka berpotensi terjadinya kerusakan ekologis, dan dikhawatirkan terjadinya bencana.
Baca Juga: Lindungi Konsumen, Tim Gabungan Sidak ke Pasar Tradisional dan Ritel Jelang Lebaran
Terutama banjir bandang, longsor, kemudian krisis air untuk Cekungan Bandung, karena sumber air yang ada di wilayah itu akan dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan pendukung pariwisata.
Sementara itu Cadangan Air Tanah (CAT) untuk Cekungan Bandung itu, bersumber dari Kawasan Bandung Selatan dan Kawasan Bandung Utara.
Sedangkan Kawasan Bandung Utara (KBU) kondisinya semakin kritis akibat tekanan pembangunan yang tidak terkendali.
LPBI NU yang konsen terhadap Kebencanaan dan perubahan iklim, meminta kepada pemerintah untuk tidak mengedepankan pembangunan yang berpotensi merusak lingkungan.
Baca Juga: Gara-Gara Kasus Video Porno Dea OnlyFans, Marshel Widianto Mengaku Kehilangan Kontrak 4 Brand Ternama
Pembangunan jalan tol bukan satu-satunya sarana yang dapat meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Tentunya ada banyak cara atau metoda lain yang bisa mendongkrak ekonomi masyarakat dengan tidak merusak lingkungan.
"Jangan sampai menunggu terjadi bencana dulu baru kita sadar", pungkas Dadang Sudardja.***