news

Pajak PPN 12% RI Jadi Terbesar Kedua di ASEAN, Netizen : Siap Kencangkan Ikat Pinggang

Senin, 18 November 2024 | 14:00 WIB
Sri mulyani dan laporan Pricewaterhouse Coopers (PwC) ( instagram/@smindrawati)

Bisnisbandung.com - Beban masyarakat Indonesia diperkirakan akan meningkat pada awal tahun depan, seiring dengan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa tarif baru ini akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025 sebagai bagian dari upaya reformasi fiskal.

Dengan tarif 12%, Indonesia akan menjadi negara dengan PPN tertinggi kedua di ASEAN, tepat di bawah Filipina yang menetapkan tarif sebesar 12%.

Berdasarkan laporan Pricewaterhouse Coopers (PwC), kebijakan ini menempatkan Indonesia dalam jajaran negara ASEAN dengan tarif PPN tertinggi untuk periode 2023-2024.

Baca Juga: Tarif Jet Pribadi Kaesang Terbongkar, KPK Sebut Rp 90 Juta per Orang

Tarif PPN Indonesia sebelumnya telah mengalami kenaikan dari 10% menjadi 11% pada April 2022.

Peningkatan ini menjadi langkah berkelanjutan pemerintah untuk memperkuat pendapatan negara guna mendukung berbagai program pembangunan.

Namun, kenaikan ke 12% tahun depan memunculkan berbagai tanggapan dari masyarakat dan pelaku usaha yang khawatir akan dampak kenaikan harga barang dan jasa.

Sebagai perbandingan, negara tetangga seperti Kamboja dan Vietnam tetap berada di angka 10%, sedangkan Singapura menetapkan tarif PPN sebesar 9%.

Baca Juga: AgenBRILink Ikut Mendekatkan Akses Perbankan Bagi Masyarakat Kabupaten Rejang Bengkulu

Malaysia dan Thailand bahkan memiliki tarif lebih rendah, yaitu masing-masing 8% dan 7%. Hal ini menunjukkan bahwa tarif PPN Indonesia berada di atas rata-rata kawasan, yang memicu perdebatan terkait daya saing dan daya beli masyarakat.

Pemerintah meyakini bahwa kenaikan ini diperlukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan mendorong pembangunan infrastruktur.

Sri Mulyani menegaskan bahwa penyesuaian tarif pajak ini tidak hanya untuk menambah penerimaan negara, tetapi juga untuk memperkuat posisi Indonesia di tengah dinamika ekonomi global.

Namun, ekonom menyarankan agar pemerintah berhati-hati dalam implementasinya.

Halaman:

Tags

Terkini