BISNISBANDUNG.COM - Pemberian pangkat Jenderal kehormatan kepada Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, oleh Presiden Joko Widodo dalam rapat pimpinan TNI 2024, telah memicu beragam Reaksi.
Ada pro dan kontra, bahkan penolakan keras terhadap keputusan Presiden Jokowi yang memberikan pangkat kehormatan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Dilansir dari Kompas TV oleh Bisnis Bandung, Anggota Komisi 1 DPR dari fraksi PDI Perjuangan, TB Hasanudin, menyoroti bahwa kenaikan pangkat khusus hanya seharusnya untuk prajurit aktif, bukan untuk pensiunan.
Baca Juga: Berekspetasi Tinggi Presiden Jokowi Membagikan Bayangannya Soal IKN di Masa Depan
Sementara itu, Institute menilai bahwa langkah ini sebagai bentuk penghinaan terhadap korban dan pembela hak asasi manusia.
Mereka menegaskan bahwa pemberian pangkat Jenderal kehormatan kepada Prabowo adalah tindakan yang tidak sah secara hukum dan melukai integritas hukum.
Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, menyatakan bahwa keputusan Presiden ini tidak memiliki landasan hukum yang jelas.
Baca Juga: Pengacara: Kasus Pelecehan Rektor Universitas Pancasila Bohong dan Dipolitisasi
“Langkah Presiden secara yuridis itu ilegal, ini betul-betul melecehkan. Melecehkan kita semua, korban, pembela hak asasi manusia bahkan perundang-undangan itu sendiri,” Kata Halili Hasan.
Namun, Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto, meyakini bahwa proses penyematan pangkat kehormatan kepada Prabowo telah sesuai prosedur yang berlaku.
“Ini melalui proses dan sudah dilakukan semuanya, sebelum mendapat pangkat kehormatan Pak Prabowo sudah mendapatkan bintang Yuda, bintang tertinggi di TNI,”” ucap Hadi Tjahjanto.
Baca Juga: Optimisme Prabowo, Indonesia Akan Mandiri Pangan dan Jadi Pemasok Global
Menko Polhukan yang belum lama dilantik tersebut menyampaikan penjelasannya mengenai pangkat Kehormatan tang diberikan kepada Prabowo Subianto.
Dia menegaskan bahwa langkah ini sama dengan saat Prabowo dianugerahi bintang Yuda pada tahun 2022, dan telah dilakukan sebelum menerima pangkat kehormatan.