Namun, dalam kasus ini Aiman masih saksi.
"HP nya mau disita, saya kan bingung, saya teman banyak, sebagai saksi HP disita setahu saya kalau sudah tersangka baru boleh ada penyitaan. Saya datang kesini menanyakan, bukan takut masalah HP disita, tapi masalahnya di sini Aiman sebagai warga negara, dia punya hak, dan kewajiban. Yang saya tahu sebagai saksi tidak pernah ada barang disita dari saksi. Sebagai tersangka itu sudah wajar," ucapnya.
Baca Juga: JPP Bersatu dengan TKN Fanta dan Relawan Digital Prabowo-Gibran untuk Pemilu Damai
"Intinya begini, sebagai saksi ada penyitaan, besok ada 10 saksi, 20 saksi 30 saksi 100 saksi semua bisa disita. Kepastian hukum di indonesia seperti apa. Kita sebagai warga negara, sebagai rakyat ingin ada kepastian hukum supaya apa yang dikerjakan ada kepastian, kita tahu mana benar dan mana salah," tambahnya.
Diketahui, Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono diperiksa penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya.
Aiman mengatakan kasus tersebut tengah dialaminya saat ini sebuah kritik disampaikan untuk perbaikan Polri di tengah krisis kepercayaan terhadap netralitas Pemilu 2024 malah berujung jalur pidana.
Baca Juga: Respons Connie Bakrie Kritik Prabowo Subianto, Merasa Kehilangan Pemahaman Saat Emosi
"Pertama di tengah isu netralitas paling diperbincangkan proses pemilu hari ini, malah saya menyampaikan kritik malah diproses pidana. Hal ini menjadi pertanyaan tidak hanya bagi saya tapi juga banyak publik," katanya kepada awak media, Jumat (26/1).
Hal yang disampaikan sama seperti sejumlah media papan atas.
"Apa yang saya sampaikan juga disampaikan juga secara persis bahkan lebih detail sejumlah media massa nasional," ujarnya.
"Ini menjadi pertanyaan. Apakah media ini menyebarkan berita bohong seperti dituduhkan kepada saya, tentu jawab tidak. Kalau proses saya terus dilanjutkan menjadi bahan pertanyaan. Meski sebagai warga negara baik saya terus mengikuti proses hukum," ucapnya.
Aiman dipolisikan terkait pelanggaran Pasal 14 Ayat (1) dan atau Pasal 14 Ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Penyiaran atau Pemberitahuan Berita Bohong.***