Perekonomian Singapura mengalahkan perkiraan dengan pertumbuhan 3,8% pada tahun 2022

Bisnisbandung.com - perekonomian Singapura telah mengalami pertumbuhan lebih dari yang diharapkan pada tahun 2022, menurut angka pemerintah.

Dimana perekonomian negara kota di Asia Tenggara itu mengalami pertumbuhan 3,8 persen tahun 2022, angka awal dari Kementerian Perdagangan dan Industri menunjukkan pada hari Selasa.

Pemerintah telah memperkirakan pertumbuhan perekonomian sebesar 3,5 persen, turun dari 7,6 persen pada tahun 2021 dimana pertumbuhan, bagaimanapun, terbebani oleh kontraksi 3,0 persen di sektor manufaktur utama dalam tiga bulan terakhir tahun ini.

Baca Juga: Rekomendasi Merk Parfum Wanita Terbaik, Awet Harumnya dan Mempesona

Sebelumnya pertumbuhan pada kuartal keempat mencapai 2,2 persen, turun tajam dari 4,2 persen pada Juli-September, menurut data.

Ekspor chip komputer dan produk lainnya terpukul oleh melemahnya permintaan global yang disebabkan oleh lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga yang tajam.

Kinerja perekonomian negara-kota ini sering dipandang sebagai barometer lingkungan global yang berguna karena ketergantungannya pada perdagangan dengan negara-negara lain di dunia.

Baca Juga: Buang Jauh-Jauh! Inilah 3 Pikiran Yang Harus Kamu Hindari Agar Tidak Selingkuh

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva pada hari Minggu memperingatkan bahwa 2023 akan menjadi "tahun yang sulit" bagi ekonomi global , dengan sepertiga ekonomi diperkirakan berada dalam resesi.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong memperingatkan dalam pesan Tahun Barunya bahwa pertumbuhan tahun ini diperkirakan akan turun antara 0,5 dan 2,5 persen.

“Prospek internasional tetap bermasalah. Konflik Rusia-Ukraina berlanjut, tanpa hasil yang baik,” katanya.

Baca Juga: Simak! Tanda Pria Sedang Cemburu Tapi Gengsi Untuk Mengatakannya, Wanita Wajib Tahu!

Capital Economics mengatakan ekonomi kemungkinan akan berjuang, yang berarti Otoritas Moneter Singapura tidak mungkin mengetatkan kebijakan moneter pada tahun 2023.

Bank sentral memperketat kebijakan moneter berbasis valuta asing empat kali tahun lalu untuk melawan tekanan inflasi yang merajalela.