news

Dilema Kekalahan Indonesia di WTO dan Rencana Program Hilirisasi Nikel

Rabu, 7 Desember 2022 | 11:00 WIB
ilustrasi pertambangan nikel (Pixabay/tshekisoboman)

Program hilirisasi nikel sebagai identifikasi dari cost and benefit atau diinterpretasikan sebagai tingkat nilai dan keuntungan, hal ini dapat dilihat dari data yang Dikutip dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pemerintah Indonesia mendapat keuntungan negara yang besar dari hasil ekspor nikel yang sudah masuk dalam proses hilirisasi.

Baca Juga: Nikel Melimpah, Indonesia Berpotensi Menguasai Industry Baterai Global Seiring Tren Kendaraan Listrik Dunia

Keuntungan negara dari ekspor yang didapat pada tahun 2022 mencapai sekitar US$ 30 miliar atau Rp 450-an triliun.

Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan, sejak pemerintah melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri, pemerintah mewajibkan untuk melakukan ekspor nikel melalui barang bernilai tambah lewat hilirisasi.

Hasilnya, pendapatan negara dari ekspor barang bernilai tambah itu melejit secara signifikan. pada tahun 2017 ketika ekspor dilakukan melalui barang mentah, Indonesia hanya mendapatkan US$ 3,3 miliar. Kemudian meningkat di tahun 2021 mencapai US$ 21 miliar dan tahun 2022 US$ 30 miliar.

Walaupun putusan WTO telah dikeluarkan Indonesia tetap menjalankan program hilirisasi ini dengan melihat skala prioritas dari kurang penting sampai yang paling penting sesuai dengan tujuan yang dicapai Indonesia.

Indonesia menghentikan ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah karena sudah punya smelter sendiri.***

Halaman:

Tags

Terkini