Sebaliknya, negara-negara Muslim lainnya menurut Faisal datang hanya setelah tragedi terjadi, bukan saat rakyat Palestina benar-benar butuh pertolongan untuk bertahan hidup dan melawan.
“Sedangkan negara-negara muslim hanya datang ketika sudah banyak anak yatim piatu. Sudah banyak janda, sudah banyak duda.
Baca Juga: Preman Bubarkan Diskusi, Faisal Assegaf Tak Tinggal Diam Demokrasi Harus Dijaga!
Sudah banyak istilahnya manusia sudah jadi bangkai di mana-mana baru datang. Itu pun juga dengan, ya tanda kutip, proyek rekonstruksi,” lanjutnya.
Faisal juga menyebut bahwa kelahiran dan bertahannya Hamas dan Jihad Islam sebagai dua milisi utama di Jalur Gaza tidak lepas dari campur tangan Iran.
Hal itu, kata Faisal, telah diakui langsung oleh para pemimpin Hamas seperti Yahya Sinwar dan Ismail Haniya dalam berbagai pidato publik.
“Iran itu membantu pendirian Hamas, Jihad Islam. Dua milisi terbesar di jalur Gaza. Itu diakui Yahya Sinwar, pemimpin Hamas yang tewas beberapa tahun lalu.
Terus kemudian Ismail Haniya. Banyak kok para pemimpin Hamas mengakui. Malah ada pidato Yahya Sinwar dia bilang, negara kami, saudara kami bangsa Arab gak ada yang datang membantu kami,” ucap Faisal.
Baca Juga: Dorong Anak Muda Merantau: Pemerintah Sarankan Warga Menganggur Pertimbangkan Kerja di Luar Negeri
Diskusi ini membuka ruang kesadaran baru bagi publik Indonesia bahwa isu Palestina tidak hanya soal “dukungan simbolis” atau slogan “Free Palestine” semata.
Tetapi soal siapa yang sungguh-sungguh berada di balik perjuangan rakyat yang tertindas.
Apa yang dikatakan Faisal menjadi pengingat bahwa politik dunia Islam seringkali tidak mencerminkan solidaritas sejati.
Podcast ini pun mendapat banyak tanggapan dari netizen, sebagian memuji keberanian Faisal dalam menyuarakan realita yang jarang disampaikan.
Baca Juga: Satu Lagi! Film Horor Thailand Akan Diremake Versi Indonesia, Penasaran? Simak Selengkapnya
Sebagian lain mengecam Iran karena dianggap memiliki kepentingan politik tersendiri. Namun, satu hal yang pasti: pernyataan ini membongkar narasi tunggal yang selama ini mendominasi berita utama tentang Palestina.***