Bisnisbandung.com - Nama Presiden Joko Widodo kembali mencuat dalam sidang kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementerian Pertanian pada Rabu, 12 Juni 2024.
Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengklaim bahwa tindakannya menarik uang dari bawahan adalah atas perintah presiden dan kabinet.
Menurut SYL, langkah ini diambil untuk kepentingan luar biasa negara sesuai dengan undang-undang.
SYL bersikeras bahwa uang yang diperolehnya bukan untuk kepentingan pribadi.
Baca Juga: Presiden Joko Widodo Memuji UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR 2023 karena Terkurasi dengan Baik
Ia menegaskan bahwa dana tersebut digunakan untuk menghadapi ancaman krisis pangan bagi 287 juta orang akibat pandemi Covid-19 dan fenomena El Nino.
“Apakah ini bisa diabaikan dalam pendekatan pidana atau tetap harus sesuai dengan aturan hukum yang ada?” tanya SYL di hadapan hakim.
Namun, pernyataan SYL ini memicu kontroversi. Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu menyatakan dirinya hanya melaksanakan perintah negara dan mempertanyakan siapa yang sebenarnya harus bertanggung jawab: dirinya sebagai menteri atau negara.
Pertanyaan ini diajukan kepada Agus Suharso, ahli hukum pidana Universitas Pancasila, yang hadir sebagai saksi yang meringankan.
Dalam persidangan, beberapa saksi mengaku dipaksa mengumpulkan uang oleh SYL melalui Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Dirjen Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
Baca Juga: Kasus Pemerasan di Kementan, KPK Panggil Dua Ajudan Syahrul Yasin Limpo
Mereka menyebut uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan SYL dan keluarganya.
SYL mengaku merasa terzalimi oleh kesaksian bawahannya yang menurutnya tidak pernah menanyakan langsung kepadanya mengenai uang tersebut.
Di tengah persidangan, Istana Kepresidenan segera merespon pernyataan SYL.