Eropa Paling Terancam Krisis Energi jika Iran Tutup Selat Hormuz, Pengamat Ingatkan Risiko Global

photo author
- Rabu, 25 Juni 2025 | 17:30 WIB
Konflik Iran-Israel (Tangkap layar youtube Aljazeera English)
Konflik Iran-Israel (Tangkap layar youtube Aljazeera English)

bisnisbandung.com - Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel kian memanas akibat ikut campur AS, muncul kemungkinan Iran akan menutup Selat Hormuz, salah satu jalur pelayaran energi terpenting di dunia.

Penutupan jalur ini dinilai akan membawa dampak luas, terutama bagi Eropa yang sangat tergantung pada pasokan energi dari kawasan Teluk.

Pengamat Timur Tengah, Dina Sulaiman, menjelaskan bahwa kemungkinan penutupan Selat Hormuz memang belum diambil secara final, meskipun telah disahkan oleh parlemen Iran.

Baca Juga: Tajam! Soal Perang Iran-Israel, Pengamat: Trump Masuk Jebakan Kedunguannya Sendiri

Keputusan akhir berada di tangan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Namun, skenario ini tetap menjadi perhatian dunia karena potensinya dalam memicu krisis energi global.

Menurut pengamatan Dina, Eropa menjadi pihak yang paling rentan jika Selat Hormuz benar-benar ditutup.

“Karena Eropa selama ini, sebelum perang Rusia–Ukraina, bergantung pada gas dan minyak dari Rusia. Tapi kemudian mereka mengembargo diri sendiri, kan nggak mau beli dari Rusia,” ungkapnya dilansir dar youtube Official Inews.

Setelah memutuskan untuk mengurangi ketergantungan pada energi dari Rusia akibat konflik Ukraina, Eropa kini mengandalkan pasokan gas dan minyak dari kawasan Teluk, termasuk Qatar. Jalur distribusi utama dari negara-negara tersebut ke Eropa melewati Selat Hormuz.

Baca Juga: Menuduh PSI Pura-pura Tapi PDIP Sendiri Gak Pernah Demokratis! Ade Armando Bongkar Kebohongan!

Maka, jika jalur tersebut terhenti, suplai energi ke Eropa akan terganggu serius dan bisa memicu gejolak ekonomi dan sosial di dalam negeri masing-masing.

Dina juga menilai bahwa Eropa kini tengah mengaktifkan jalur diplomasi untuk mencegah terjadinya eskalasi antara Amerika Serikat dan Iran.

Langkah ini dipilih karena Eropa memahami risiko besar jika situasi berkembang menjadi perang terbuka.

Dalam pandangannya, Amerika terlihat semakin terisolasi dalam konflik ini, karena Eropa tidak bersedia terlibat dalam serangan yang dinilai berpotensi memperburuk keadaan.

Lebih lanjut, Dina juga menyoroti tindakan Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, yang dinilai inkonsisten dalam menangani krisis dengan Iran.

Baca Juga: Pekerja Nggak Dapat BSU Padahal Gaji Kecil? Ini Kata Kemnaker

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X