Dalam sebuah penampilan terbaru dalam podcast dr. Richard Lee, dr. Djaja Surya Atmadja, seorang ahli patologi forensik, memberikan wawasan yang menarik tentang kasus kontroversial kopi beracun yang sempat menghebohkan pada tahun 2016.
Kasus ini kembali menjadi sorotan berkat film dokumenter "Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso" yang baru-baru ini dirilis di Netflix pada tanggal 28 September 2023 dan dr. Djaja Surya Atmadja hadir dalam film tersebut.
Dr. Djaja Surya Atmadja memegang peran kunci sebagai ahli patologi forensik dalam kasus ini, dan dalam podcast bersama dr. Richard Lee, ia menyampaikan beberapa pernyataan yang kontroversial mengenai kematian Mirna Salihin, yang menurutnya menimbulkan banyak pertanyaan.
Baca Juga: Mulai dari akar permasalahan, Kemenlu RI meminta konflik antara Israel dan Palestina segera dihentikan
Ia dengan tegas menyatakan keyakinannya bahwa Mirna tidak meninggal akibat sianida.
Berikut adalah rangkuman pernyataan penting dr. Djaja terkait kasus kopi beracun yang kembali viral:
Tidak Ditemukan Racun dalam Organ Tubuh Mirna kecuali Lambung
Dr. Djaja menjelaskan bahwa saat dilakukan pemeriksaan pada tubuh Mirna, tidak ditemukan jejak racun kecuali di dalam lambungnya.
Setelah 3 hari kematian Mirna, ditemukan 0,2 mg sianida di dalam lambungnya.
Baca Juga: Bantu Palestina akhiri konflik dengan Israel? Begini tanggapan Kemenlu Rusia Maria Zakharova
Menurutnya, hasil uji toksikologi pertama yang dilakukan di Puslabfor menunjukkan hasil negatif terkait sianida.
Warna Wajah dan Tubuh Mirna
Dalam penjelasannya, Dr. Djaja mencatat bahwa wajah dan tubuh Mirna saat ditemukan adalah berwarna biru.
Sementara pada umumnya, korban keracunan sianida akan memiliki warna kulit yang merah cerah.
Ini merupakan salah satu tanda utama keracunan sianida.
Baca Juga: Dinilai Sukses Dalam Transformasi PSSI, Erick Thohir Layak Maju Sebagai Cawapres
Prinsip Membebaskan Orang yang Tidak Bersalah
Dr. Djaja Surya Atmadja juga menekankan prinsip dokter forensik yang menyamakan dengan prinsip ahli hukum, yaitu "lebih baik seribu orang penjahat berkeliaran di luar, daripada satu orang yang tidak bersalah masuk penjara."
Dia berpendapat bahwa jika seorang dokter forensik tidak yakin, maka ia harus membebaskan tersangka, terutama jika tidak ada bukti yang kuat.
Mati Bukan Karena Keracunan
Dr. Djaja menjelaskan bahwa dalam ilmu forensik, terdapat beberapa dogma yang harus dipenuhi untuk mengkonfirmasi keracunan.
Baca Juga: Kamar Lembab? Bahaya Bro! Begini 4 Bahaya Jika Kamar Tidur Kamu Lembab
Hal-hal tersebut melibatkan kematian atau sakit mendadak, masa inkubasi, kontak dengan bahan racun, gejala yang sesuai, dan temuan racun serta metabolit dalam tubuh.
Dalam kasus Mirna, beberapa dari kriteria ini tidak terpenuhi.
Bau Sianida Bisa Membuat Mabuk
Dr. Djaja menjelaskan tentang ambang batas terkait bau sianida. Dia menyatakan bahwa orang Indonesia pada umumnya dapat mencium bau sianida pada konsentrasi sekitar 1 mg per liter.
Namun, pada tingkat 10 mg per liter, seseorang akan pasti mabuk.
Baca Juga: Lima Pilar Olah Keuangan Yang Terbatas! Wajib Fokus Ke Kebutuhan Primer Dulu
Dalam kasus Mirna, barang bukti menunjukkan kadar sianida yang jauh lebih tinggi, yaitu sekitar 7400 mg, yang jika tercium akan menyebabkan pingsan.
Pernyataan Dr. Djaja ini telah memicu perdebatan yang mendalam tentang kasus tersebut. Lalu bagaimana menurutmu?***
Artikel Terkait
Sepi Job, Komedian Bedu Terjerat Utang Pinjol hingga Jual Rumah Seharga Rp5,5 Miliar
Manajemen Bantah Komedian Bedu Terjerat Utang Pinjol hingga Jual Rumah Mewah Seharga Rp5,5 Miliar
Musim Hujan Akan Datang, Berikut Yang Harus Kamu Lakuin Buat Jaga Jaga
Dalam Rangka Menyambut Bulan Inklusi Keuangan Holding Ultra Mikro Luncurkan Aplikasi SenyuM Mobile
Konflik Hamas dan Israel Kian Memanas, Sebanyak 1.200 Nyawa Melayang
DPD KNPI Kabupaten Bandung Catatkan Tiga Harapan Dalam Momentum Pilkades Serentak 2023