Bisnis Bandung - Tanggal 20 Oktober 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi itu bertugas menciptakan perdamain di Indonesia. Atas desakan KTN, dilakukanlah perundingan di kapal perang Amerika, RENVILLE.
Komisi Tiga Negara yang dibentuk PBB terdiri atas Belgia yang diusulkan Belanda, Australia yang diusulkan Indonesia, dan Amerika Serikat yang mendapat rekomendasi Belgia dan Australia.
Pada Perundingn Renville itu delegasi Indonesia dipimpin Mr. Amir Syarifudin, delegasi Belanda dipimpin R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, orang Indonesia yang pro-Belanda. Perundingan itu sangat alot. Akan tetpi atas desakan KTN, tercapilah kesepkatan.
Sebelum terjadinya perundingan Renville, beberapa kali Belanda dan RI melakukan perundingan. Tanggal 20 September 1946, Belanda dan RI melakukan Perundingan Gencatan Senjata di Jakarta.
Baca Juga: Tempat Perundingan RI dan Belanda, Nama Desa Linggarjati Mendunia
Bertindak sebagai utusan Indonesia dari Pulau Jawa Jenderal Mayor Soedibdjo dan Komodor Udara Soerjadarma. Utusan Pulau Sumatera terdiri atas Kolonel Simbolon dan Letnan Kolonel Abdullah Kartawiran.
Pihak Belanda diwakili Mayor Jenderal D.H. Boormn van Vreeden. Hadir pula pengamat perundingan dari Sekutu, Mayor Jenderal JFR Forman dan Brigadir Jenderal CA Lauder. Perundingan berlangsung hingga 30 September 1946.
Perundingan 10 hari itu tidak mencapi keputusan. Karena itu Komisi Tiga Negara meminta Belanda dan RI berunding kembali. Dilaksanakanlah Perundingan Liggarjati, 15 November 1946. Belanda membatalkan hasil perundingan yang ditandatangani di Jakarta itu.
Akibatnya, pertempuran tentara RI dan Beland a yang didukung Sekutu terjadi berulang kali. Agar kekuatan RI makin kukuh, di Yogyakarta dilaksanakan pembentukan kelaskaran pusat dan seberang.
Laskar-laskar daerah dihimpun agar perlawanan terhadap Belanda tidak sporadis dan lebih terarah. Namun kekuatan Belanda makin kukuh dengan bantuan Sekutu. Persenjataan dan peralatan perang terus ditingkatkan.
Pasukan Belanda merajalela di mana-mana. Di Sulawesi Selatan terjadi pembunuhan masal yang dilkakukan pasukan yang dikomandoi Kapten Reymond Westerliung. Sekira 400.000 rakyat Sulsel menjadi korban kekejaman Westerling.
Membuka tahun 1947 terjadi perang lima hari lima malam di Palembang. Pertempuran dimulai Tahun Baru 1947 itu sebagai puncak kekesalan pemuda dan pemerintah RI di Palembang. Pasukan Sekutu terus mendesak RI dan memperluas kekuasaanya.
Seperti di tempat lain, Sekutu melindungi masuknya pasukan Belanda termasuk ke Sumatera. Pasukan RI yang ada di kota-kota, antara lain Palembang didesak ke luar kota. Tentara dan para pejuang di Palembang mulai melancarkan serangan balasan.
Baca Juga: Tiga Diivisi Pasukan Sekutu Mendarat di Indonesia, Belanda Seperti Dapat Durian Runtuh