Bisnisbandung.com - Pemilu Presiden dan legislatif masih dua tahun lagi. Suhu poiliti makin mendidih terutama pencapresan. Terjadi perang baso di Jakarta, di daerah mulai marak perang baliho.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, tiba-tiba saja mengundang para tukang baso ke Balaikota. Mereka makan bersama sambil bersiap-siap ikut perang meskipun hanya perang baso.
Peristiwa itu mendapat reaksi kader PDIP, diterjemahkan sebagai sindiran atas gurauan Megawati terhadap tukang baso. Mereka beranggapan Anies menarik simpati para tukang baso yang konon tersinggung gurauan Ketum PDIP.
animesBaca Juga: Koalisi Indonesia Bersatu Bisa Memanfaatkan Anies Baswedan atau Dimanfaatkan Ganjar Pranowo
Para bakal capres dan parpol pendukungnya mulai menggunakan strategi dengan metoda sindir-menyindir. Mereka menggoreng setiap isu sensitif dijadikan amunisi dalam peperangan prakampanye dan kampanye.
Sampai awal bulan Juli pencapresan baru sampai pada perang baso dan baliho bertebaran di mana-mana. Semua capres belum menentukan pasangan definitif sebagai Calon Wakil Presiden. Genjderang perang yang sesungguhnya masih belum ditabuh.
Pencapresan makin mendidih ditiup para peneliti. Sejak 5 tahun lalu lembaga-lembaga survey mulai mereka-reka siapa saja yang ”pantas” jadi bakal Calon Presiden.
Hasil survey memunculkan beberapa nama atas pilihan masyarakat. Misalnya muncul nama
nama Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, Puan Maharani, Erick Tohir, Hartarto, dan lain-
lain.
Ada pula beberapa tokoh yang terjaring radar survey tetapi dengan jumlah pemilih jauh di bawah tokoh atas. Mereka adalah Sandiaga Uno, Agus Harimurti Yudoyono (AHY), Muhaimin Iskandar, Risma, Ridwan Kamil, dan sebagainya.
Masih banyak nama di luar hasil penelitian. Nama-nama itu muncul atas keinginan pribadinya atau atas dorongan kelompok-kelompok masyarakat di luar radar lembaga survey.
Tokoh yang mendapat elektabilitas paling besar, menurut lembaga survey, bergantian antara Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Baru kemudian Prabowo, Erick Tohir, dan Hartarto.
Hampir saja Ganjar Pranowo terlempar dari jajaran daftar bakal Calon Presiden. Ia nyaris tidak mendapat dukungan PDIP. Ia dianggap melangkah sendiri. Wajar apabila Megawati mendukung Puan Maharani.
Namun kemudian Ganjar yang konsisten berada di kubu PDIP, ditetapkan sebagai bakal calon dari PDIP. Apabila Ganjar dipecat, sudah ada beberapa parpol besar yang bersedia menampungnya.
Baca Juga: Ernest Prakasa: Saya Memilih Golput, Jika Pemilu 2024 Kandidatnya hanya Anies Baswedan dan Prabowo
Secara matematis, Ganjar Pranowo di lingkungan PDIP, memiliki kekuatan lebih dibanding kader lain, termasuk Puan Maharani. PDIP tampaknya tidak akan bersikap blunder dengan melepas Ganjar.
Masih ada waktu bagi masyarakat memperkirakan apakah perang baso akan berlanjut ke perang argumentasi yang lebih seru.Sedangkan perang baliho pasti akan lebih marak.***