Oleh: Ummu Fahhala, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Bisnisbandung.com - Pagi itu, langit Karawang berawan. Tidak hujan, tapi cukup membuat dada sesak. Di ruang guru SMA Islam Al-Azhar Karawang, Hermanto duduk menatap selembar kertas di tangannya. Bukan laporan, bukan juga rencana pembelajaran. Tapi daftar siswa baru. Kosong.
“Pak Hermanto,” suara Bu Ratna, salah satu guru matematika, memecah keheningan.
“Iya, Bu?”
"Saya cuma mau tanya…” Ia ragu. “Tahun depan… saya masih bisa ngajar, nggak?”
Hermanto terdiam. Ingin menjawab pasti. Tapi bagaimana bisa? Sementara kian hari, jumlah murid kian menyusut.
Hermanto paham. Ia tahu niat Gubernur bukan untuk menyakiti. Sang Gubernur hanya ingin membantu anak-anak agar tetap bisa belajar, terutama untuk mereka yang putus sekolah. Maka dibuatlah kebijakan, satu rombel di sekolah negeri boleh diisi hingga 50 siswa.
Baca Juga: Sungai Itu Masih Ingat Namamu
Tapi di balik niat mulia itu, ada realita pahit yang mengiris hati sekolah swasta.
“Kalau mayoritas siswa masuk ke sekolah negeri, bagaimana dengan kami Pak?” keluh kepala sekolah tetangga saat rapat FKSS. “Gaji guru swasta dari SPP. Bukan dari APBD,” tambah Hermanto dengan suara bergetar. “Kalau murid hilang, gaji hilang. Kalau gaji hilang, guru ikut hilang.”
Di sudut ruang kelas, Bu Ratna menatap bangku-bangku kosong.
“Dulu kelas ini penuh tawa,” ucapnya lirih kepada Hermanto. “Sekarang… seperti rumah kosong.”
Hermanto hanya bisa menatap lantai.
“Maafkan saya, Bu. Saya ingin bilang semuanya akan baik-baik saja. Tapi saya belum tahu, bagaimana caranya.”
Banyak yang tak tahu, bahwa pendidikan bukan sekadar jumlah murid. Ini tentang kualitas. Tentang guru yang mampu mengenal wajah-wajah muridnya. Tentang anak yang tak hanya duduk, tapi diperhatikan, dibimbing, dan dipahami.
Pakar pendidikan, Dr. Doni Koesoema, sudah mengingatkan. Idealnya, satu kelas maksimal 30 siswa agar efektif. Tapi kini? Satu kelas 50 orang. Ruang makin sesak, perhatian makin tipis.
Artikel Terkait
Seberapa Besar Inovasi Pengajaran Bahasa Inggris dalam menghadapi Globalisasi?
Ibu Rani, Bayi Kecil, dan Harapan Baru di Jawa Barat
Di Balik Pintu Besi Kosambi: Sebuah Pelajaran tentang Kepekaan dan Tanggung Jawab
Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah
Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri
Sungai Itu Masih Ingat Namamu