Oleh: Ummu Fahhala, S. Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Bisnisbandung.com - Langit sore itu mendung. Di sebuah sekolah menengah, seorang anak perempuan tergeletak lemah di pangkuan ibunya. Wajahnya pucat, matanya sayu. Ia baru saja makan nasi kotak dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Bu... perutku sakit sekali,” ucapnya lirih, sebelum matanya kembali terpejam.
Ibunya panik. Guru-guru berlarian. Ambulans datang silih berganti. Suasana kelas berubah jadi ruang darurat.
Tangisan anak-anak bercampur dengan teriakan orang tua yang dipanggil mendadak.
Baca Juga: Khidmat, Presiden Prabowo Hadiri Peringatan Maulid Nabi di Masjid Istiqlal
Itulah kenyataan yang mengguncang. Di Kabupaten Lebong, Bengkulu, ratusan anak sekolah mengalami hal serupa. Di Lampung Timur, puluhan santri tersungkur karena keracunan.
Di Sleman, ratusan siswa jatuh sakit setelah menyantap makanan dari program ini. Bahkan di Sragen, para siswa dan guru sudah lebih dulu merasakan pahitnya racun yang disajikan atas nama gizi.
Program MBG sejatinya lahir dari janji kampanye. Ia hadir membawa harapan untuk mengatasi stunting, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan menggerakkan ekonomi lokal.
Baca Juga: Simbol-Simbol Perlawanan Mengguncang Indonesia: Dari Bendera One Piece hingga 3 Warna Revolusi
Namun kenyataan berkata lain. Harapan itu berbalik menjadi luka. Program yang seharusnya menyehatkan, justru menebar bahaya.
Seorang ayah di Bengkulu berkata kepada wartawan, “Kami tidak pernah membayangkan, nasi yang dikirim untuk anak-anak bisa membuat mereka masuk rumah sakit. Kami hanya ingin anak kami sehat, Bu...” (30/08/2025).
Suaranya bergetar. Ia bukan sedang mengeluh, tapi sedang bertanya kepada negara: mengapa anak-anak harus menanggung resiko dari kebijakan yang tergesa-gesa?
Artikel Terkait
Di Balik Pintu Besi Kosambi: Sebuah Pelajaran tentang Kepekaan dan Tanggung Jawab
Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah
Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri
Sungai Itu Masih Ingat Namamu
Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?
Butiran Air Mata di Karung Beras