Oleh: Ummu Fahhala, S. Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Bisnisbandung.com - “Lihat, airnya bening sekali,” kata Rani sambil menatap botol air mineral di tangannya.
“Bening sih, tapi kamu tahu nggak, dari mana asal airnya?” tanya Pak Hasan, guru geografi di desanya, sembari menutup berita dari media online yang baru saja ia baca.
Rani menggeleng. “Dari gunung, kan? Katanya dari mata air alami.”
Pak Hasan tersenyum tipis. “Kalau dari permukaan, iya. Tapi banyak pabrik sekarang ambilnya dari dalam tanah, lewat pengeboran ratusan meter.”
“Serius, Pak?”
“Iya. Disebut sumur artesis. Airnya diambil dari lapisan bawah tanah, jauh di dalam bumi.”
Rani terdiam, menatap botol itu lagi. “Berarti air yang diambil itu bisa mengurangi air warga, dong?”
“Bisa, kalau pengambilannya tidak diatur,” jawab Pak Hasan tenang. “Air tanah itu seperti tabungan. Kalau terus diambil tanpa disimpan kembali, lama-lama habis juga.”
Ketika Air Tak Lagi Sekadar Air
Percakapan itu terjadi di teras sekolah, usai jam pelajaran. Angin sore berembus lembut, membawa aroma tanah basah dari sawah seberang.
“Pak, saya baru lihat berita. Katanya ada perusahaan besar di Jawa Barat yang diinspeksi karena pakai air tanah dalam,” ujar Rani lagi.
“Iya, saya baca juga,” balas Pak Hasan. “Itu bukan soal salah atau benar, tapi soal bagaimana kita mengelola sumber air dengan bijak. Air itu hak bersama. Jangan sampai jadi milik segelintir pihak saja.”
“Kalau air jadi barang dagangan, kasihan yang miskin, ya Pak?”
“Nah, itu dia,” katanya sambil menghela napas. “Padahal Rasulullah Saw. pernah bersabda, ‘Manusia berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api.’ Artinya, air itu milik semua manusia, bukan untuk dimonopoli.”
Rani mengangguk. “Berarti air itu seperti udara, ya Pak? Kita butuh, tapi nggak bisa dikuasai.”
“Benar sekali,” ujar Pak Hasan. “Dan karena itu, air harus dikelola dengan adil dan berkelanjutan. Negara, masyarakat, dan industri harus jalan bersama, bukan saling menyalahkan.”
Beberapa minggu kemudian, Rani ikut kegiatan sekolah membersihkan saluran air di kampungnya. Saat mencangkul lumpur di tepi sungai kecil, ia bergumam,
“Ternyata air ini mudah kotor kalau kita tidak jaga, ya.”
Pak Hasan yang mendampinginya menjawab pelan,
“Betul. Air bukan hanya masalah lingkungan, tapi juga moral. Kalau kita boros, kalau kita serakah, air akan pergi.”
Artikel Terkait
Butiran Air Mata di Karung Beras
Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa
Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur
Mimpi di Balik Gerobak
Bandung di Persimpangan
Jabat Tangan di Bawah Langit Islam