Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

photo author
- Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB
Ilustrasi judol (Pinterest/Victor Giming)
Ilustrasi judol (Pinterest/Victor Giming)

Oleh: Ummu Fahhala, S. Pd.
(Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)

Bisnisbandung.com - Di era digital yang serbacepat, masyarakat kita berhadapan dengan realitas yang ironis. Kebebasan yang awalnya dipuji sebagai simbol kemajuan justru berubah menjadi jerat yang sulit dilepaskan. Judi online adalah contoh paling nyata bagaimana ruang tanpa batas dapat menciptakan generasi yang rapuh kendali. Arus liberalisasi gaya hidup mendorong banyak anak muda untuk mencoba apa saja, tanpa pagar nilai yang jelas.

Sore itu, di sudut kantin kampus, Raka menunduk lesu sambil menggenggam ponselnya.

“Aku cuma iseng, awalnya,” keluhnya kepada Ardi, sahabatnya. “Sekarang aku malah kecanduan. Semua orang bebas, tapi kenapa aku makin terikat?”

Baca Juga: Boy Thohir Tambah Kepemilikan Saham TRIM, Tanda Percaya pada Prospek Pasar Modal RI

Ardi, aktivis Rohis yang terkenal tenang dan bijak, menarik kursi dan duduk di depannya. “Rak, kamu nggak sendirian. Banyak yang terjebak hal yang sama,” ujarnya pelan. “Kita hidup di budaya yang membiarkan apa saja dianggap wajar. Itu masalahnya.”

Fenomena yang dialami Raka bukan kasus tunggal. Berbagai survei nasional menunjukkan peningkatan signifikan pada penyalahgunaan gim dan aplikasi digital yang menyelipkan unsur taruhan, baik togel digital, slot, maupun ‘mini game’ dalam aplikasi hiburan. Liberalisasi gaya hidup yang merayakan kebebasan tanpa batas, ditambah penetrasi internet yang sangat cepat, membuat kontrol diri generasi muda sering kali tertinggal.

Secara akademik, fenomena ini dapat dibaca melalui dua kerangka besar: psikologi perilaku dan sosiologi digital.

Pertama, industri judi online memanfaatkan mekanisme reward system otak: kemenangan kecil sesekali memicu dopamin, menciptakan illusory hope (harapan palsu) bahwa keberuntungan akan terulang.

Kedua, dalam perspektif sosiologi digital, platform digital kini menjadi “ruang budaya” yang secara halus membentuk nilai, gaya hidup, dan cara pandang. Ketika ruang digital dibangun atas logika liberal, kebebasan individu sebagai pusat segalanya, maka batas moral cenderung kabur dan individu kerap dibiarkan “bertarung sendiri”. Semua ini membuat remaja dan mahasiswa menjadi kelompok paling rentan.

Baca Juga: Polemik Usai Putusan MK, Penasihat Ahli Kapolri Beberkan Pilihan bagi Polisi di Jabatan Sipil

Raka mengangguk lemah. “Tapi pemerintah kan sudah blokir banyak situs?”

“Betul,” jawab Ardi. “Tapi selama budaya permisif tetap hidup dan orang merasa bebas melakukan apa pun, blokir itu cuma tameng tipis.”

Ia kemudian melanjutkan, suaranya semakin mantap.
“Islam sebenarnya sudah memberi kerangka solusi yang lengkap: memperbaiki individu dan menjaga sistem sosialnya. Dua-duanya harus jalan.”

Halaman:

Artikel Selanjutnya

Mimpi di Balik Gerobak

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Alit Suwirya

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

SMK Go Global dan Arah Pendidikan Kita

Senin, 8 Desember 2025 | 19:00 WIB

Ketika Budaya Masuk, Keyakinan Tersentuh

Senin, 1 Desember 2025 | 11:00 WIB

Kisah Desa Wisata yang Mencari Jalan Pulang

Senin, 1 Desember 2025 | 10:01 WIB

Judol, Ketika Kebebasan Berubah Menjadi Jerat

Jumat, 21 November 2025 | 14:20 WIB

Di Antara Idealisme dan Royalti

Rabu, 12 November 2025 | 06:00 WIB

Percakapan tentang Setetes Kehidupan

Sabtu, 1 November 2025 | 18:00 WIB

Jabat Tangan di Bawah Langit Islam

Senin, 13 Oktober 2025 | 20:35 WIB

Bandung di Persimpangan

Minggu, 5 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Mimpi di Balik Gerobak

Rabu, 24 September 2025 | 09:45 WIB

Generasi Patah Sayap, Mimpi yang Terkubur

Senin, 15 September 2025 | 21:30 WIB

Saat Gizi yang Dijanjikan Membawa Nestapa

Jumat, 5 September 2025 | 12:30 WIB

Butiran Air Mata di Karung Beras

Jumat, 18 Juli 2025 | 17:00 WIB

Pak, Tahun Depan Aku Masih Bisa Ngajar, Nggak?

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:30 WIB

Sungai Itu Masih Ingat Namamu

Sabtu, 12 Juli 2025 | 11:30 WIB

Sebuah Suara dari Desa untuk Negeri

Selasa, 1 Juli 2025 | 21:00 WIB

Cara Mendengar Suara Tuhan, Secara Mudah

Minggu, 29 Juni 2025 | 19:30 WIB
X