Bisnisbandung.com - Oleh: Ummu Fahhala, S. Pd. (Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Bandung, Jumat (24/10/2025), Ruang Rapat PKLK Dinas Pendidikan Jawa Barat dipenuhi semangat pagi. Para pejabat, guru, dan perwakilan sekolah duduk berdampingan dalam rapat koordinasi strategis antara Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat (Kanwil Kemenkum Jabar) dan Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar.
Suasana tampak hangat, diselingi tawa kecil di antara keseriusan diskusi.
“Sasaran kita jelas,” ucap salah seorang pejabat Kemenkumham dengan nada optimistis.
“Kita ingin melindungi karya siswa SMA dan SMK se-Jawa Barat. Ada lima ribu sekolah yang akan kita libatkan.” (24 Oktober 2025)
Semua yang hadir mengangguk setuju. Perlindungan terhadap karya anak bangsa terdengar seperti misi suci, sebuah bentuk penghargaan atas kreativitas siswa.
Baca Juga: Polda Metro Ingatkan Privasi Anak dalam Kasus Ledakan SMA 72 Harus Dijaga
Namun di balik gemuruh semangat itu, terselip pertanyaan yang tak kalah penting: Apakah kebijakan ini sungguh melindungi, atau justru menjerumuskan kreativitas anak bangsa ke dalam pusaran komersialisasi yang halus?
Dialog dalam Diri Seorang Guru
Di sudut ruangan, seorang guru menatap keluar jendela. Ia membayangkan karya siswanya, puisi, alat sederhana, desain robotik, dan aplikasi digital yang lahir dari kejujuran dan ketekunan.
“Apakah nanti karya mereka akan benar-benar terlindungi?” gumamnya lirih.
Seorang rekan di sampingnya menjawab pelan, “Atau malah jadi rebutan, siapa yang paling cepat mendaftarkan hak cipta?”
Percakapan itu sederhana, namun mengguncang hati. Di tengah idealisme pelindungan hukum, tercium aroma kapitalisme yang menyusup halus ke dunia pendidikan.
Ilmu yang Disulap Jadi Komoditas