Cara pandang hidup yang hanya berdasar pada keuntungan belaka membuat para penguasa lupa akan kewajibannya untuk mengurus rakyat. Hingga sumpah jabatan pun tergadai dengan janji-janji bersama para cukong politik yang tak lain adalah para pengusaha.
Padahal, jika dikembalikan pada pandangan ajaran agama telah sangat jelas mengatur tugas-tugas penguasa.
Islam sebagai agama yang mengatur kehidupan secara komprehensif menjadikan negara atau yang mewakilinya bertanggung jawab terhadap pemenuhan dasar hajat hidup seleuruh rakyat bahkan pada tataran individu per individu.
Baca Juga: Liburan ke Jepang Tanpa Izin, Lucky Hakim Minta Maaf ke Dedi Mulyadi!
Hal tersebut merupakan pengejawantahan dari hadist Rasulullah Saw : “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Adapun, jaminan kepengurusan dan perlindungan umat, sepaket dengan hukum-hukum dari Allah SWT yang disertai dengan iman. Karena hukum-hukum sang pencipat ini memang turun sebagai problem solving bagi seluruh permasalahan hidup mulai dari problem yang berkaitan dengan politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pergaulan dan lain sebagainya.
Imam Al Ghazali Rahimahullah dalam kitab nya Al Iqtishodu fil I’tiqod menjelaskan apa yang menyebabkan umat ini bisa bangkit dan apa yang menyebabkan umat ini hancur.
والملك والدين توأمان؛ فالدين أصل والسلطان حارس، وما لا أصل له فمهدوم، وما لا حارس له فضائع، ولا يتم الملك والضبط إلا بالسلطان
“Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin.”
Karena itu, agama tidak boleh dipisahkan dari kekuasaan. Terlebih, sistematika aturan Islam akan mengkondisikan penguasa bertangguang jawab terhadap rakyatnya, bahkan menjadikannya sebagai hal utama.
Hal tersebut akan meminimalisir nego-nego politik dengan oligarkhi yang dapat merugikan rakyat.***