Bisnisbandung.com - Jawa Barat masih tinggi angka kemiskinannya. Dari data BPS, kemiskinan di Jawa Barat pada Maret 2023 mencapai 3,89 juta orang (7.62%). Sedangkan angka pengangguran mencapai 7,4% pada Agustus 2023.
Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengatakan terkait angka pengangguran yang tinggi, upaya untuk menekan angka pengangguran tersebut yaitu salah satunya dengan mendukung keberlanjutan dari sekolah vokasi.
Bey menyebut Pemprov Jabar sedang berusaha mencari relasi dengan industri yang sesuai dengan kebutuhan masa kini, selanjutnya akan terbentuk kerja sama dengan pihak sekolah vokasi.
Jabar sebetulnya punya banyak cara untuk mengentaskan pengangguran, menurut Wakil Ketua Komisi 3 DPRD Jabar Muhammad Romli. Contohnya, pengembangan UMKM di wilayah Bogor yang bisa menjadi cara awal menekan angka pengangguran. Sejalan dengan Bey bahwa untuk memutus masalah pengangguran adalah pendidikan, juga infrastruktur hingga pariwisata yang merupakan aspek yang berperan sangat erat. (Detik Jabar, 14-11-2024)
Baca Juga: Banjir Melanda Antapani dan Rancasari, Tanggul Jebol Jadi Penyebab Utama
Upaya Menekan Pengangguran
Masalah pengangguran masih menjadi PR besar bagi pemerintah. Fakta bahwa pengangguran berkorelasi dengan kemiskinan. Kemiskinan menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kerawanan sosial, juga menjadi indikator tingkat kesejahteraan yang minim.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah. Namun, pengangguran terus menjadi masalah yang tak terselesaikan dari hari ke hari. Permasalahan pengangguran kian parah ketika adanya pandemi Covid-19 beberapa tahun yang lalu. Lapangan kerja makin sulit didapat, lalu badai PHK terjadi di mana-mana hingga saat ini.
Selama ini pemerintah hanya fokus pada aspek pasokan tenaga kerja bukan menciptakan lapangan kerja. Pendidikan vokasi digenjot sedemikian rupa, tapi dengan konsep apa adanya.
Berbagai upaya tersebut bisa jadi jumlah orang yang bekerja terus bertambah. Namun, apakah otomatis rakyat sejahtera? Tentu tidak. Berbicara fakta, dari data BPS menunjukkan sebanyak 26,36 juta orang (9,57%) berada di bawah garis kemiskinan per September 2022, diukur dengan standar pengeluaran minimal Rp535.547/kapita/bulan.
Berharap pada pendidikan vokasi juga sama, lulusannya tidak otomatis terserap oleh dunia usaha, dunia industri, maupun dunia kerja. Akibat dari kurikulum yang tidak link and match dengan kebutuhan dunia kerja, juga tenaga kerja yang dihasilkan tidak berdaya saing tinggi.
Baca Juga: Kapan Hasil Rekapitulasi Pilkada 2024 Akan Diumumkan? Ini Jawaban KPU
Akar Masalah Pengangguran
Upaya-upaya tersebut di atas tidak sampai pada akar permasalahan, tetapi hanya perbaikan teknis saja.
Artikel Terkait
Mengenal Diah Warih, Calon Walikota Solo Dari Partai Gerindra
Jawa Tengah, Benarkah Bebas Korupsi?
Mencermati Pelanggaran Moral di UMS, Penting Dipahami Bahwa Agama Bukan Sekedar Hafalan Ayat Dan Dalil
Menata Kembali Pendidikan Moral Bagi Semua Indivdu Di Indonesia
Analisa Tentang Jokowi dan Airlangga, Simbiosis Mutualisme, Golkar Menang Banyak!
Apakah Penerapan Kurikulum Merdeka untuk Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia Sudah Berhasil?