Bisnis Bandung -- Vincen Iswara - CEO Dana, dalam obrolannya dengan Gita Wirjawan, di akun youtubenya Gita Wirjawan, yang berjudul "Ekosistem Digital Berbasis Kepercayaan dan Integritas" yang tayang pada tanggal 23 Maret 2020 mengungkapkan, sistem/metode pembayaran digital atau "digital payment" di Indonesia masih awal. Berbeda dengan Tiongkok, yang telah 2 kali ekonominya.
Tiongkok ekonominya saja 13 juta triliyun Dolar, jadi kalau 2 kali ekonominya berarti 26 juta Triliyun Dolar. Sedangkan Indonesia masih dibawah 10 persen dari ekonominya, kita masih ditahap yang sangat awal.
Menurut Vincen Iswara, yang penting itu sebenarnya kita harus sadar, kita masih ditahap yang sangat awal. Mungkin beberapa perusahaan yang anda lihat sudah begitu besar, ada yang berpotensi, ada yang IPO, ada perusahaan yang keren di Indonesia.
Jika kita melihat kedalam lingkup yang lebih besar, kita masih ditahap yang sangat awal. Tapi hal terpenting yang bisa kita lakukan adalah mendidik pasar. Kalau kita mendidik bersama, adopsi akan lebih cepat.
Vincen percaya bahwa ini bukan kompetisi tetapi koopetisi atau kolaborasi, karena pekerjaan kita adalah untuk menumbuhkembangkan pangsa pasar, sehingga seluruh masyarakat dapat mengadopsi lebih cepat, dan ketika telah banyak bisa disebut berkompetisi. Menurut Vincen, kalau kita kolaborator, bersama sama untuk mendidik pasar, dan begitu pasar telah melek teknologi, semua sudah mumpuni dalam menggunakan alat digital dalam kehidupan sehari-hari, ketika lebih sari 60 persen populasi mulai mencapai kematangan dalam adopsi, maka anda bisa menyebutnya dengan kompetisi.
Saat ini kita masih sangat dini, terlalu prematur untuk mendeklrasikan diri tengah berkompetisi. Mungkin masih butuh waktu sekutar 3-5 tahun untuk mencapainya.
Dan saat ini, sebenarnya Indonesia yang tercepat di Asia Tengga, terkait adopsi pembayaran digital. Indonesia sebenarnya sudah setara atau menyalip Singapura. Indonesia lebih cepat dari negara negara lain dikawasan, dalam hal kecepatan adopsi.
Membandingkan antara Tiongkok, India sama Indonesia, sistem serta waktu adopsinya berbeda beda, yang paling cepat Tiongkok. Tiongkok lebih awal, dan Tiongkok adalah negara yang sangat tertutup, dimana semua tekhnologi lokal dikelola untuk bersaing. Jadi adopsinya bisa disebut masif.
Sedangkan Indonesia merupakan pasar yang sangat terbuka dan ada banyak pemain teknologi global yang turut berbisnis di Indonesia. Selain itu faktor sikap mental warga Indonesia pun mempengaruhi terhadap kecepatan adopsi. "Sebagai pelanggan kita cenderung memakai/memilih produk buatan luar negeri, salah satunya berkaitan dengan sosial media"
Lonjakan keuangan digital yang akan datang seperti kripto, token, dan atau platform lainnya yang berasal dari luar negeri, bisa jadi berhasil dinegaranya atau dinegara lain. Tapi belum tentu menjawab kebutuhan Indonesia misalnya saja Indonesia punya banyak umkm (67 juta umkm) , Indonesia punya banyak usaha kecil yang melayani kelompok konsumen yang sangat spesifik. Indoensia punya 67 juta umkm
Menurut Vincen Iswara, sejak 5- 6 tahun lalu, pemerintah sudah mendukung tekhnologi digital. Pemerintah baru benar-benar melihat kalau ini lebih penting. Bahkan Bank Indonesia melansir, salah satu pilar dari tiga pilar utama yang menjadi prioritas penting bagi Indonesia berikutnya salah satunya yakni digitalisasi. ****