Makam Sunan Gunung Jati dibersihkan tiga kali seminggu dan selalu diperbaharui dengan rangkaian bunga segar oleh Juru Kunci yang bertugas. Penggantian bunga dilakukan setiap hari Senin, Kamis dan Jumat.
Baca Juga: Ramadhan Hambar Tanpa Kolang Kaling
Pada hari Senin dan Kamis petugas akan masuk dari pintu yang disebut dapur Pesambangan, sedangkan pada hari Jumat petugas akan masuk dari pintu tempat masuknya peziarah disiang hari.Jumlah petugas Makam Sunan Gunung Jati
Seluruhnya ada 108 orang yang terbagi dalam 9 kelompok masing-masing 12 orang berjaga-jaga secara bergiliran selama 15 hari yang diketuai oleh seorang Bekel Sepuh dan Bekel Anom (merupakan tambahan setelah Kraton Cirebon dipecah menjadi Kraton Kasepuhan dan Kanoman).
Mereka yang mengemban tugas tersebut umumnya karena meneruskan tugas dari ayah atau saudara yang tidak mempunyai anak atau bisa juga karena mendapat kepercayaan dari yang berhak.
Baca Juga: Eksplorasi Wisata Minat Khusus di Tebing Alam
Pada saat mereka diberi amanat mengemban tugas itupun ada serangkaian upacara atau selametan yang harus dilakukan oleh masing-masing orang. Seluruh petugas makam termasuk para Bekel dipimpin oleh seorang Jeneng yang diangkat oleh Sultan.
Adapun riwayat dibalik jumlah 108 berawal dari Pemerintahan Sunan Gunung Djati di Kraton Pakungwati yang pada suatu hari menangkap perahu yang terdampar dengan seluruh penumpang berjumlah 108 orang seluruhnya berasal dari Keling (Kalingga) dan berada dibawah pimpinan Adipati Keling.
Orang-orang Keling ini kemudian menyerahkan diri dan mengabdi kepada Sunan Gunung Jati dan dipercaya untuk menetap dan menjaga daerah sekitar pemakaman sampai ke anak cucu. Sebagian masyarakat yang bermukim disekitar kompleks makam adalah keturunan orang-orang Keling tersebut. Oleh karena itu ke-12 orang yang bertugas tersebut mengemban tugas sesuai dengan jenjangnya sebagai awak perahu nelayan seperti juru mudi, pejangkaran dan lain sebagainya.
Baca Juga: Eksplorasi Wisata Minat Khusus di Tebing Alam
Selain Sultan dan Juru Kunci yang ditunjuk maka tidak ada lagi orang yang diperkenankan masuk ke makam Sunan Gunung Djati. Konon di sekitar makam Sunan Gunung Djati terdapat pasir Malela yang dibawa langsung dari Mekkah oleh Pangeran Cakrabuana.
Pasir ini tidak diperbolehkan dibawa keluar dari kompleks pemakaman. Para Juru Kunci sendiri diharuskan membersihkan kaki-nya sebelum dan sesudah dari makam agar tidak ada pasir yang terbawa keluar. Pelarangan ini sesuai dengan amanat dari Pangeran Cakrabuana sendiri, mungkin karena pada jaman dahulu upaya untuk membawa Pasir Malela dari Mekkah ke kompleks pemakaman teramat berat dan sulit.
Tidak jauh dari bangunan makam utama terdapat masjid yang diberi nama Masjid Sang Saka Ratu atau Dok Jumeneng yang konon dulunya digunakan oleh orang-orang Keling yang pernah memberontak pada Sunan Gunung Djati. Didalam masjid kita bisa melihat Al-Quran yang berusia ratusan tahun dan dibuat dengan tulisan tangan.
Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Kabupaten Bandung yang Instagramable
Masjid ini sendiri memiliki 12 orang Kaum yang pengangkatannya melalui prosedur Kesultanan dengan segala tata cara dan tradisi lama yang masih dijalankan. Ke-12 orang tersebut terdiri dari 5 orang Pemelihara, 4 orang Muadzin, 3 orang Khotib ditambah dengan seorang penghulu atau Imam.
Artikel Terkait
Jenazah Dicelupkan ke Sungai Bagmati Untuk Mengakhiri Siklus Reinkarnasi
Restoran Legendaris Rindu Alam Disiapkan Untuk Kembali Beroperasi
Bisnis Menggiurkan Mangga Gedong Gincu, Tembus Pasar Timur Tengah dan Asia
3 Destinasi Wisata Terkini Pantai Pangandaran
Bikin Penasaran, Curug Seke Potensi Wisata Tersembunyi di Sumedang