bisnisbandung.com - Kritik tajam dari Amerika Serikat terhadap sistem pembayaran digital nasional QRIS memicu perhatian publik.
Menurut pengamat bisnis dan transformasi digital, Dr. Indrawan Nugroho, sorotan dari Amerika bukan semata soal keadilan dagang, melainkan berkaitan erat dengan kepentingan korporasi besar global yang selama ini mendominasi pasar pembayaran lintas negara.
QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dinilai AS menghambat masuknya penyedia layanan pembayaran asing, terutama dari Amerika seperti Visa dan Mastercard.
Hal ini dijadikan alasan oleh Presiden Donald Trump untuk memberlakukan tarif baru terhadap produk ekspor Indonesia ke Amerika Serikat.
Baca Juga: Dedi Mulyadi Kesal Berat! Dialog di Subang Ricuh Gara-Gara Pendukung Persikas
“Bagi Amerika Serikat, hambatan dagang bukan hanya tarif impor yang dikenakan negara mitra, melainkan juga bentuk kebijakan-kebijakan non-tarif yang dianggap menutup pasar,” terangnya dilansir dari youtube dr. Indrawan Nugroho.
“Dalam hal ini, QRIS dinilai terlalu berpihak pada penyedia layanan domestik. QRIS telah menciptakan medan usaha yang tidak setara bagi pemain asing, termasuk perusahaan fintech dan sistem pembayaran dari Amerika Serikat,” terusnya.
Dr. Indrawan memandang, pertumbuhan pesat QRIS tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan lokal yang nyata.
Sistem ini berhasil menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dari pelaku UMKM di daerah hingga konsumen digital di kota-kota besar.
Baca Juga: Basuki: Pembangunan IKN Tetap Sesuai Jadwal, Wapres Gibran Beri Catatan Khusus
Keberhasilannya justru menunjukkan bahwa solusi pembayaran berbasis kebutuhan domestik bisa berkembang tanpa campur tangan pemain global.
Menurutnya, keberatan yang disuarakan AS bukanlah hal baru. Washington melalui laporan tahunan USTR telah lama menyoroti bahwa kebijakan QRIS dianggap terlalu berpihak pada pelaku dalam negeri dan dinilai tertutup terhadap kepentingan asing.
Namun Dr. Indrawan menilai, sistem ini memang dibangun untuk menciptakan efisiensi serta perlindungan atas pasar digital lokal, bukan untuk mengisolasi pemain asing secara mutlak.
Baca Juga: Urgensi Reshuffle Kabinet, Pandangan Pakar Politik untuk Pemerintahan Prabowo
Artikel Terkait
Negosiasi Dagang Indonesia-AS, Pengusaha Ini Ungkap Hitung-Hitungan Ekonomi yang Sebenarnya Sederhana
Indonesia Tak Akan Tunduk Buta pada Tekanan Impor AS, Luhut: Kita Paham Betul
Data Finansial Indonesia Dipertaruhkan? QRIS dan GPN Jadi Taruhan dalam Negosiasi Dagang RI-AS
Amerika Serikat Juga Merasa Korban Globalisasi? Sri Mulyani Ungkap Pertemuan dengan Pihak AS
Investor Kripto Full Senyum, Harga Kripto Bitcoin Tembus 100.000 dolar AS
Trump Akan Akui Negara Palestina! AS di Ambang Kebangkrutan, Abraham Accord Jadi Senjata Baru demi Ambisi Israel Raya