Bisnisbandung.com - Negosiasi perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat kembali menjadi sorotan, terutama terkait dampaknya terhadap kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan perlindungan industri dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSYFI), Redma Gita Wiraswasta, menilai bahwa perhitungan ekonomi dari negosiasi ini seharusnya bisa dilakukan secara sederhana dan tidak perlu sampai mengorbankan kebijakan strategis seperti TKDN.
Menurut Redma, penurunan tarif atau insentif dagang yang ditawarkan Amerika Serikat sebagai imbal balik dari konsesi Indonesia mestinya dapat dianalisis melalui pendekatan rasional dan kuantitatif.
Baca Juga: PAN Gaspol 2029, Zulkifli Hasan: Capres Oke, Cawapres Nanti Kita Bahas!
“Itu memang hitung-hitungannya juga bukan hal yang sulit, karena kita sudah tahu berapa ekspor kita ke sana, berapa impor dari sana. Tinggal menghitung saja, kalau poin ini kita kasih, kita dapat penurunan tarif berapa,” ucapnnya dilansir dari youtube Nusantara TV.
Ia menyebut bahwa semua data mengenai ekspor-impor antara kedua negara sudah tersedia, sehingga pemerintah hanya perlu menghitung nilai pertukaran dari setiap poin negosiasi.
“Sebenarnya target mereka juga jelas. Kalau menurut saya, jangan masuk ke wilayah politik dulu ya, karena target mereka memang jelas, mereka ingin menurunkan defisit perdagangan Amerika Serikat,” terangnya.
Baca Juga: Impor Tanpa Batas, Sobary: Prabowo Bunuh Ekonomi Rakyat!
Seperti volume impor migas atau produk agrikultur dari AS dibandingkan dengan potensi keuntungan ekonomi yang diterima.
Ia juga menegaskan bahwa permintaan Amerika, seperti peningkatan pembelian gasolin, minyak, kedelai, dan kapas, hanya bisa dijawab dengan dua skema.
Ialah komitmen langsung oleh pemerintah untuk produk-produk strategis seperti energi, serta pemberian insentif yang terukur agar sektor swasta mau mengimpor produk agrikultur dari AS. Jika dua hal ini dapat mengimbangi defisit perdagangan Amerika, menurut Redma, maka tidak ada alasan bagi Indonesia untuk membuka ruang negosiasi yang bisa melemahkan kebijakan TKDN atau memperlonggar kuota barang masuk.
Redma secara khusus memperingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa memberikan konsesi yang bisa berdampak jangka panjang terhadap industri nasional, khususnya industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik.
Ia menilai bahwa sektor-sektor ini sangat vital karena menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan menjadi tumpuan ekspor Indonesia ke pasar global, termasuk Amerika Serikat.***
Baca Juga: Dampak Tupperware Tinggalkan Pasar Indonesia, Benarkah Peluang Emas untuk Brand Lokal?
Artikel Terkait
Direktur Freedom Institute Bongkar Akar Masalah Ekonomi Sebenarnya, Donald Trump Bukan Pemicu Utama
Fundamental Ekonomi Masih Kuat, DPR Singgung Peran Presiden Prabowo Subianto
Crazy Rich Indonesia Eksodus ke Timur Tengah, Sinyal Krisis Kepercayaan terhadap Ekonomi Prabowo-Gibram?
Ekonomi Memburuk Rakyat Makin Frustrasi, Pengamat politik: Wapres Cuma Pantau CCTV
Pengamat Ekonomi Sebut Program Pemerintah Boros: Sri Mulyani Pusing, Saya Juga Pusing!
Impor Tanpa Batas, Sobary: Prabowo Bunuh Ekonomi Rakyat!