Bisnisbandung.com - Raden Ajeng Kartini tidak hanya dikenal sebagai pelopor emansipasi perempuan Indonesia.
Tetapi juga sebagai penulis surat-surat yang berisi pemikiran mendalam mengenai ketidakadilan sosial, khususnya terhadap kaum perempuan.
Surat-surat itu kemudian disusun oleh J.H. Abendanon, seorang pejabat kebudayaan Hindia Belanda, dalam buku berjudul "Door Duisternis tot Licht" atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Baca Juga: Pemerintah Pangkas Birokrasi, Zulhas Yakini Indonesia Tak Perlu Impor Beras
Dalam surat-suratnya, Kartini menggambarkan betapa beratnya kehidupan perempuan Jawa di tengah tradisi yang membatasi ruang gerak mereka.
Ia menulis dengan kejujuran dan keberanian tentang mimpinya untuk menciptakan perubahan. Salah satu kutipan yang paling menyentuh adalah:
“Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahirlah pagi membawa keindahan.”
Baca Juga: Mentan Amran Sering Kunjungan Pakai Pesawat Pribadi, Ini Alasan dan Sumber Uangnya
Kartini percaya bahwa pendidikan adalah jalan bagi perempuan untuk meraih kemerdekaan berfikir dan masa depan yang lebih baik.
Surat-suratnya bukan hanya bentuk keluh kesah, tapi juga harapan dan semangat yang terus menyala. Ia pernah menuliskan:
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi kaum wanita, agar mereka menjadi wanita yang cakap dan pintar.”
Baca Juga: Tak Habis-Habis! Pengamat Bongkar Alasan Isu Ijazah Jokowi Terus Diungkit
Buku "Door Duisternis tot Licht" diterbitkan pada tahun 1911, beberapa tahun setelah Kartini wafat.
Melalui buku inilah pemikiran-pemikiran Kartini menyebar tidak hanya di Hindia Belanda, tetapi juga ke Eropa.