Keberadaan manuskrip kuno ini menjadikan Shingkit sebagai salah satu pusat keilmuan Islam yang paling berpengaruh di Afrika Barat.
Sayangnya, Syinqith kini menghadapi ancaman besar akibat penggurunan yang semakin meluas.
Gurun Sahara terus bergerak perlahan, menelan rumah-rumah, jalanan, hingga situs-situs bersejarah yang telah berdiri selama berabad-abad.
Fenomena ini diperparah oleh perubahan iklim yang menyebabkan suhu semakin panas, hujan semakin jarang, dan tanah menjadi semakin kering serta tidak mampu menopang vegetasi.
Selain itu, badai pasir yang dahsyat dikenal sebagai habub sering melanda kota ini, merusak bangunan bersejarah serta mengancam keberadaan manuskrip kuno yang tersimpan dalam perpustakaan.
Penduduk yang bergantung pada peternakan unta, domba, dan kambing juga turut mempercepat laju penggurunan.
Jumlah ternak yang berlebihan menghabiskan vegetasi alami, membuat tanah menjadi gundul dan semakin rentan terhadap erosi. Belum lagi penebangan pohon untuk kayu bakar yang menghilangkan vegetasi yang sebelumnya menjaga keseimbangan ekosistem.
Dampak dari penggurunan ini sangat nyata. Banyak penduduk yang akhirnya meninggalkan Syinqith untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota-kota besar.
Dengan semakin berkurangnya populasi, upaya untuk melestarikan lingkungan dan situs-situs bersejarah juga semakin minim.***
Baca Juga: Mengenal Suriah Kota Peradaban Islam, Kini Menjadi Tempat Perebutan Kepentingan Global