news

Pengurus Gereja: 'Kami Ingin Ibadah Paskah Di Gereja Sendiri' Usai Bupati Purwakarta Segel Gereja GKPS

Sabtu, 8 April 2023 | 17:00 WIB
Ilustrasi gereja (pexels/ Brett Sayles)

Bisnisbandung.com - Meskipun gereja di Desa Cigelam telah disegel pekan lalu oleh Pemerintah Daerah setempat karena tidak memiliki izin dan untuk mencegah konflik di masyarakat,

Ketua Majelis Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) di Purwakarta, Jawa Barat, Krisdian Saragih, masih meminta agar jemaat dapat menjalankan ibadah Paskah di gereja mereka sendiri.

Krisdian Saragih mengungkapkan bahwa jemaat sangat ingin beribadah di gereja GKPS mereka sendiri karena gereja lain yang jaraknya jauh memiliki tata cara ibadah yang berbeda.

Kementerian Agama mengutuk keputusan Bupati yang menutup gereja GKPS menjelang perayaan Paskah, dan mengingatkan bahwa

Pemerintah daerah seharusnya membantu memfasilitasi pembangunan tempat ibadah jika persyaratan pendirian belum terpenuhi, sesuai dengan SKB 2 Menteri Pasal 14 Ayat 3.

Baca Juga: Semuanya penuh arti, Simak 7 cara pria memandang wanita yang disukainya

Krisdian Saragih, Ketua Majelis Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) di Purwakarta, merasa khawatir karena belum ada jawaban dari pemerintah daerah

Mengenai penggunaan gereja yang telah disegel tersebut, terutama dalam rangka memperingati Jumat Agung dan Paskah yang akan segera tiba.

Krisdian Saragih menyatakan keberatannya jika pilihan yang diberikan adalah menggabungkan jemaat ke gereja lain, karena jarak yang jauh dan tata cara ibadah yang berbeda.

"Kami pasti khawatir jika tidak bisa beribadah. Kami telah ditanya kemana kami akan beribadah, tetapi kami tidak dapat memberikan jawaban," kata Krisdian Saragih pada BBC News Indonesia pada hari Senin (03/04).

Krisdian Saragih juga menjelaskan bahwa bangunan semi-permanen yang digunakan sebagai tempat ibadah baru dioperasikan pada bulan November 2021.

Baca Juga: Jangan Asal Baper, Berikut 5 Tanda Pria Hanya Memanfaatkan Wanita untuk Kepentingannya Sendiri

Sejak tahun 2010, jemaat tersebut telah menggunakan salah satu ruangan di RS Efarina Etaham sebagai tempat beribadah, karena salah satu pemilik rumah sakit adalah seorang anggota jemaat.

Namun, pada tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 menyebar di Indonesia dan adanya larangan berkumpul, mereka tidak dapat lagi menggunakan ruangan tersebut untuk beribadah.

Oleh karena itu, jemaat tersebut memutuskan untuk membangun sebuah bangunan semi-permanen di atas tanah seluas 2.000 meter yang telah dibeli pada tahun 2013 di Desa Cigelam, Kecamatan Babakancikao, Purwakarta.

Menurut Krisdian Saragih, beberapa warga setempat dipekerjakan dalam pembangunan gereja tersebut sebagai upaya menjalin komunikasi dengan masyarakat sekitar.

Baca Juga: Ssssttt! Ini Lho 7 Sifat Dewasa Wanita Yang Diidamkan Para Pria, Kamu Sudah Punya Belum?

Ibadah pertama di bangunan semi-permanen itu diadakan pada bulan November 2021, dan warga sekitar juga diizinkan menjual barang dagangan di dekat gereja.

Krisdian Saragih menambahkan bahwa saat menjalankan ibadah pada hari Minggu, jemaat tidak menggunakan pengeras suara untuk menghindari gangguan pada lingkungan sekitar.

"Saat ini kami juga telah menyediakan fasilitas olahraga agar dapat menjalin kedekatan dengan warga di sekitar," kata sumber tersebut.

Menurut sumber tersebut, hubungan antara jemaat dan warga setempat cukup baik dan tidak pernah terjadi gangguan apa pun.

Baca Juga: 7 Tanda Saling Memikirkan yang Mengejutkan, Nomor 5 Akan Membuatmu Tercengang!

Namun, pada tanggal 19 Maret 2023, sekitar empat orang yang mengenakan pakaian putih mengunjungi jemaat GKPS yang sedang beribadah pada hari Minggu.

Salah satu dari mereka diketahui mengambil foto dan merekam aktivitas ibadah tersebut. Beberapa waktu kemudian, gereja tersebut disegel oleh pihak berwenang.

Krisnandi Saragih mengungkapkan, "Kemudian, salah satu dari mereka mengatakan 'hentikan ibadah, hentikan ibadah'".

Hal itu memicu perdebatan serius antara mereka. Krisnandi Saragih berargumen dengan mereka bahwa melarang ibadah memiliki konsekuensi hukum.

Baca Juga: Bukan hanya dari bahasa tubuhnya, Berikut ini 5 tanda pria jatuh cinta dari tatapan matanya

Akhirnya, mereka mundur dari tanah gereja. Setelah kejadian tersebut, pihak gereja melaporkan insiden tersebut kepada polisi setempat dan Babinsa.

Setelah itu, diadakan pertemuan antara perwakilan gereja, polisi, babinsa, dan perwakilan RW.

Di sana, pihak gereja meminta agar pelaku yang menghentikan ibadah diproses secara hukum karena telah melanggar hak mereka dalam beribadah.

Namun, permintaan tersebut tidak diindahkan, dan jemaat diminta untuk mengurus izin pendirian gereja.

Menurut Krisdian, proses administrasi untuk mendirikan rumah ibadah sudah dimulai sejak tahun lalu, namun untuk mendapatkan dukungan dari warga dalam bentuk tanda tangan setidaknya 60 orang tidaklah mudah.

Baca Juga: Tergoda Dengan Wanita Dewasa? Berikut 10 Tips Taklukkan Hati Wanita Dewasa

Krisnandi Saragih menyatakan, "Kami harus membangun kedekatan dulu, kalau sudah dekat ada celah untuk mengurus izin, tapi tetap bisa melaksanakan ibadah selama itu". Pada tanggal 26 Maret, sekelompok orang berpakaian putih kembali mendatangi ibadah jemaat GKPS dan meminta gereja ditutup.

Akhirnya, pada tanggal 1 April, Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika, menutup gereja tersebut karena alasan belum ada bukti persetujuan bangunan dan sertifikat layak fungsi.

Krisnandi Saragih menyatakan, "Kami harus membangun kedekatan dulu, kalau sudah dekat ada celah untuk mengurus izin, tapi tetap bisa melaksanakan ibadah selama itu".

Pada tanggal 26 Maret, sekelompok orang berpakaian putih kembali mendatangi ibadah jemaat GKPS dan meminta gereja ditutup.

Baca Juga: Masih gamau ngaku? Inilah 6 tanda wanita ketika jatuh cinta dari tatapan matanya

Akhirnya, pada tanggal 1 April, Bupati Purwakarta, Anne Ratna Mustika, menutup gereja tersebut karena alasan belum ada bukti persetujuan bangunan dan sertifikat layak fungsi.

Bupati Anne mengklaim bahwa penutupan tempat tersebut sudah disepakati dalam Rapat Koordinasi yang dihadiri oleh Pemkab Purwakarta, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, Majelis Ulama Indonesia, Kantor Kementerian Agama,

Forum Kerukunan Umat Beragama, Badan Kerjasama Gereja-gereja Purwakarta, dan perwakilan jemaat Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).

Namun, Krisdian Saragih membantah klaim tersebut dengan menyatakan bahwa penyegelan dilakukan tanpa pemberitahuan resmi kepada pemilik tanah dan bangunan, serta tanpa kehadiran perwakilan gereja.

Oleh karena itu, GKPS menolak keputusan tersebut dan berencana untuk mengajukan somasi kepada bupati.

Baca Juga: Kunci Hati Cowok: 6 Cara Sederhana Membuat Cowok Merasa Bahagia, Nomor 3 Paling Disukai

Mendadak tersebar di media sosial bahwa bangunan tersebut telah disegel, kemudian Bupati Anne menyarankan agar jemaat GKPS menghadiri ibadah di gereja lain, seperti Gereja Isa Almasih.

Namun, menurut Krisdian, jemaat tidak setuju karena lokasi gereja yang jauh dan tata cara ibadah yang berbeda.

Mereka berharap masih diperbolehkan untuk merayakan ibadah Jumat Agung dan Paskah yang akan datang dalam beberapa

hari di gereja semi permanen tersebut. Diketahui bahwa jemaat GKPS berjumlah sekitar 60 orang dan mereka berharap dapat difasilitasi.***

Tags

Terkini