bisnisbandung.com - Meski nilai tukar rupiah sempat menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat, potensi tekanan terhadap mata uang Garuda masih cukup tinggi.
Hal ini disebabkan oleh ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina yang kembali meningkat, serta berbagai faktor eksternal lainnya yang membayangi pergerakan rupiah.
Ronny Setiawan, Executive Director, Head of Trading, Treasury & Markets PT Bank DBS Indonesia, menyoroti bahwa konflik dagang antara AS dan Cina memasuki fase yang lebih serius.
Baca Juga: Baru 413 RW Kelola Sampah, Wali Kota Bandung Farhan Dapat PR dari Gubernur Dedi Mulyadi
Pada masa jabatan keduanya, Presiden AS Donald Trump menerapkan strategi yang lebih ketat dalam kebijakan tarif, menargetkan tidak hanya produk dari Cina secara langsung.
Tetapi juga jalur alternatif yang sebelumnya digunakan Cina untuk menghindari beban tarif, seperti melalui Vietnam dan negara lain di Asia.
“Jadi, dari announcement terakhir, terlihat bahwa target sebenarnya adalah Cina bukan negara-negara lain. Tapi kita ikut terkena imbasnya,” ujarnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube CNBC Indonesia.
Namun, dampaknya dirasakan secara luas oleh negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Baca Juga: HUT ke-77 Subang, Dedi Mulyadi: Tata Ruang Amburadul, Saatnya Ngabret!
Ketegangan yang terus meningkat, terutama karena belum adanya tanda-tanda pelunakan sikap dari Cina, berisiko menambah volatilitas di pasar keuangan global dan menekan nilai tukar negara berkembang seperti Indonesia.
Rupiah sendiri masih sangat dipengaruhi oleh kekuatan dolar AS secara global. Jika dolar AS kembali menguat, nilai tukar rupiah berpotensi kembali tertekan, terutama karena pelemahan ini lebih bersifat reaktif terhadap kondisi eksternal ketimbang didorong oleh faktor domestik.
“Terkait dolar-rupiah sendiri, kita melihat bahwa perdagangan rupiah masih berkorelasi erat dengan nilai dolar global itu sendiri,” jelasnya.
Baca Juga: Najwa Shihab Bungkam di Era Prabowo? Ade Armando: Dulu Paling Keras Sekarang Diam
Meski pasar menunjukkan sinyal stabilisasi setelah pengumuman penundaan tarif dari Presiden Trump, pelaku pasar diminta tetap waspada.