Ia mencermati adanya pergeseran dana masyarakat dari BPR/BPRS ke bank umum, yang dianggap lebih aman.
Padahal, secara penjaminan, baik BPR maupun bank umum sama-sama dijamin oleh LPS hingga Rp2 miliar per nasabah. Bahkan, suku bunga penjaminan di BPR lebih tinggi dari bank umum, yakni sekitar 6,4% dibandingkan 4%.
Kondisi tersebut, menurut Cahyo, memperlebar kesenjangan antara BPR dan bank umum. Masyarakat dinilai masih memiliki persepsi yang tidak seimbang terkait keamanan dan kepercayaan pada lembaga keuangan, meski regulasi menjamin perlindungan yang setara.
Sebagai alternatif solusi, Cahyo mendorong kembalinya program link antara bank umum dan BPR/BPRS yang sempat eksis sebelum pandemi.
Program ini memungkinkan bank umum menyalurkan dana kepada masyarakat melalui BPR dan BPR Syariah, sehingga memperkuat akses pendanaan lembaga mikro.
Saat ini, program tersebut dianggap sebagai sesuatu yang langka, padahal potensinya besar dalam menjaga kelangsungan bisnis BPR di tengah tekanan ekonomi.***
Baca Juga: Ekonom Soroti Pembatasan Insentif BUMN, Danantara Kian Dominan
Artikel Terkait
Bos Sritex Terjerat Kasus Korupsi Kredit Rp3,5 Triliun, Langsung Ditahan Kejagung
Bos Sritex Jadi Tersangka, Terungkap Dugaan Korupsi Kredit Rp692 Miliar Libatkan Bank BJB dan Bank DKI
Kasus Bos Sritex, Ada Tokoh Politik di Balik Kredit Rp3,6 Triliun? Sahroni: Bongkar Aja!
Kelola Kredit Tanpa Ribet, Apakah Angsuran Harus Diperiksa Berkala? Simak Faktanya!
Jokowi Buka Suara soal Prabowo Beri Abolisi ke Tom Lembong
Lesunya Kredit 2025, Cerminkan Perlambatan Permintaan UMKM dan Pasar