“Ini Negosiasi atau Mengemis” Pengamat Geram dengan Sikap Indonesia Hadapi Tarif Trump

photo author
- Kamis, 10 Juli 2025 | 19:30 WIB
Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar UI (Tangkap layar youtube Liputan 6)
Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar UI (Tangkap layar youtube Liputan 6)

bisisbandung.com - Kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk memberlakukan tarif impor sebesar 32% terhadap Indonesia dengan berbagai tambahan permintaan membuat geram, mengingat upaya negosisasi oleh pemerintah yang tidak mengahasilakan hasil optimal.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, menyoroti pendekatan pemerintah Indonesia dalam menghadapi tarif tinggi tersebut.

“Ini negosiasi atau mengemis kita? Kalau negosiasi, kenapa ada tambahan-tambahan?” tegasnya dilansir dari youtube Liputan 6.

Baca Juga: Bandung Uji Coba Trotoar Ramah Disabilitas, Farhan: Jangan Hanya Bagus di Mata Orang Sehat

Menurut analisis Prof. Hikmahanto, kebijakan tarif yang ditetapkan Trump didasarkan pada kepentingan domestik, khususnya dalam menjaga industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja.

Namun, respon dari Indonesia dianggap terlalu lemah dan terkesan pasif. Dalam pertemuan negosiasi, bukan hanya soal tarif tinggi yang dibahas.

Tetapi juga muncul berbagai permintaan tambahan dari pihak Amerika Serikat, seperti penghentian program hilirisasi, pembatasan penggunaan QRIS, hingga penolakan terhadap regulasi sertifikasi halal.

Ia juga menyoroti bahwa implementasi hukum terkait kekayaan intelektual turut menjadi sorotan AS, menyusul maraknya pembajakan produk digital di Indonesia.

Baca Juga: Maraknya Prostitusi di IKN, Adi Prayitno: Ini Bukti Gagalnya Penyediaan Lapangan Kerja!

Sejumlah tekanan ini dinilai sebagai bentuk intervensi terhadap kedaulatan kebijakan domestik Indonesia.

Prof. Hikmahanto mempertanyakan efektivitas negosiasi yang dilakukan, terutama setelah Indonesia menyetujui pembelian komoditas seperti gandum dan minyak dari AS, namun tetap menerima surat resmi yang menyatakan tarif 32% akan diberlakukan mulai 1 Agustus 2025.

Ia menilai bahwa langkah diplomatik ini tidak menghasilkan hasil berarti, bahkan berisiko merugikan posisi Indonesia di mata publik dan ekonomi nasional.

Dalam konteks global, Vietnam dan Tiongkok dilaporkan menerima tarif lebih rendah setelah mengambil pendekatan berbeda dalam menghadapi kebijakan Trump.

Baca Juga: Papua Bukan Tempat Main-main, Amien Rais: Gibran Pengalaman Nol!

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Durotul Hikmah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X