Tarif Impor Tekstil Indonesia Naik Jadi 47 Persen, Efektivitas Negosiasi Pemerintah Dipertanyakan

photo author
- Minggu, 20 April 2025 | 19:00 WIB
Donald Trump, Presiden AS (tangkap layar youtube tvOneNews)
Donald Trump, Presiden AS (tangkap layar youtube tvOneNews)

bisnisbandung.com - Kebijakan terbaru dari Amerika Serikat yang menetapkan tarif impor produk tekstil asal Indonesia sebesar 47 persen menimbulkan kekhawatiran luas di kalangan pelaku industri dan pengamat ekonomi.

Kenaikan tarif yang sebelumnya berkisar antara 10 hingga 37 persen ini menjadikan beban ekspor Indonesia ke pasar AS semakin berat dan menggerus daya saing produk lokal di panggung global.

Peningkatan tarif ini diumumkan menyusul langkah Presiden AS Donald Trump yang dikenal proteksionis terhadap produk impor.

Baca Juga: Heboh! Pengakuan Gibran Tipu Investor eFishery Hingga Capai 300 Juta Dolar

 Produk-produk unggulan Indonesia seperti tekstil, garmen, furnitur, alas kaki, dan udang kini menghadapi hambatan dagang yang lebih berat dibandingkan negara pesaing di kawasan ASEAN maupun Asia secara umum.

Kondisi ini memicu reaksi dari pemerintah Indonesia, yang langsung mengirim delegasi ekonomi ke Washington DC.

 Dalam lawatan tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama sejumlah menteri melakukan negosiasi untuk menekan tarif tinggi tersebut.

Baca Juga: Konsolidasi Jokowisme, Silaturahmi Politik Para Menteri Isyaratkan Pengaruh Jokowi Belum Selesai

“Penerapan tarif yang lebih kompetitif dengan negara-negara yang juga bersaing dengan Indonesia saat sekarang, untuk produk ekspor utama Indonesia seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang,” terangnya dialnsir dari youtube tvOneNews.

 “Itu menjadi produk-produk yang mendapatkan tarif biaya masuk lebih tinggi dibandingkan beberapa negara pesaing, baik dari ASEAN maupun non-ASEAN, negara-negara Asia yang lain,” sambungnya.

Meski belum dijelaskan target konkret dalam perundingan tersebut, pemerintah Indonesia mengusulkan skema timbal balik, termasuk membuka peluang peningkatan impor produk asal AS seperti migas dan pangan.

Namun, langkah negosiasi ini memunculkan pertanyaan dari berbagai pihak, terutama terkait efektivitas diplomasi ekonomi Indonesia dalam menghadapi kebijakan dagang unilateral dari negara mitra utama.

Pemerintah diminta lebih transparan dalam menyampaikan hasil negosiasi dan menyusun strategi jangka panjang untuk menghadapi tantangan perdagangan global yang semakin kompleks.***

Baca Juga: Yayasan Nakal Ancam Citra Program Makan Bergizi Gratis, DPR Desak BGN Bertindak Tegas

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Alit Suwirya

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X