bisnisbandung.com - Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menilai bahwa peningkatan impor minyak dan gas (migas) dari Amerika Serikat merupakan langkah strategis dalam konteks ketahanan energi nasional.
Namun, menurutnya, kebijakan ini tidak bisa hanya didasarkan pada harga yang lebih murah semata, melainkan harus mempertimbangkan sejumlah faktor lain, termasuk biaya logistik dan stabilitas geopolitik.
“Mungkin yang perlu dikalkulasi adalah transportasinya, ya biaya transportasi. Apakah biaya transportasinya akan cukup ekonomis, begitu hitung-hitungannya,” ungkapnya dilansir Bisnis Bandung dari youtube CNBC Indonesia, Sabtu (18/4).
Baca Juga: Aing Gubernur, Aing Nu Ngomean! Dedi Mulyadi Semprot Proyek Tambang Pengotor Jalan
“Karena kan secara jarak antara Amerika–Indonesia dengan Timur Tengah–Indonesia itu berbeda, jadi ada biaya-biaya lain yang mungkin perlu dikalkulasi,” terusnya.
Komaidi menjelaskan bahwa secara historis, Indonesia sudah cukup lama mengimpor LPG dari Amerika Serikat, dengan porsi sekitar 54% dari total impor.
Meski harga LPG dari Amerika menggunakan skema Mont Belvieu yang relatif lebih murah dibandingkan contract price dari Timur Tengah, ada faktor biaya angkut yang patut diperhitungkan mengingat jarak pengiriman dari AS lebih jauh.
Baca Juga: Gerindra Klarifikasi: Silaturahmi Menteri ke Jokowi Tak Ganggu Pemerintahan Prabowo
Dalam konteks jangka panjang, ia menilai impor migas dari Amerika cukup sejalan dengan arah investasi energi global.
Amerika Serikat kini tengah bertransformasi menjadi negara eksportir migas dan menjadi salah satu wilayah dengan investasi hulu migas terbesar dalam lima tahun terakhir.
Hal ini menurut Komaidi menjadikan AS sebagai mitra potensial dalam memperkuat pasokan energi Indonesia.
Namun, Komaidi mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan kerja sama dengan negara mitra lain, terutama yang selama ini telah menjadi sumber utama pasokan migas seperti Singapura, Malaysia, dan beberapa negara di Timur Tengah.
Menurutnya, perubahan strategi impor sebaiknya dilakukan secara bertahap, dengan mendistribusikan ulang porsi pasokan, bukan dengan melakukan perubahan drastis yang bisa mengganggu stabilitas hubungan dagang.
Baca Juga: Megawati Titip Pesan Khusus untuk Kim Jong Un, Ini Harapannya!
Artikel Terkait
Tarif Trump Tamparan Agar Indonesia Berbenah, Bayu Krisnamurthi: Ini Sebagai Trigger
Direktur Freedom Institute Bongkar Akar Masalah Ekonomi Sebenarnya, Donald Trump Bukan Pemicu Utama
Xi Jinping Tetap Tenang dengan Balasan Donald Trump, Mahfud MD Terpukau
Prabowo Sejak Lama Ingin Mengevakusi 1000 Warga Gaza, Jauh Sebelum Donald Trump
Ekonom Senior Ungkap Upaya Pemerintah Lindungi Industri dari Dampak Tarif Trump
‘Trump Menilai Indonesia Ketakutan’ Pakar Keuangan Global: Dia Punya Riset yang Luar Biasa