Bisnisbandung.com - Di tengah duka atas wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025, dunia kembali menyorot Vatikan.
Salah satu ritual paling sakral sekaligus misterius akan segera berlangsung: Conclave.
Inilah momen saat para kardinal dunia berkumpul di Kapel Sistina untuk memilih pemimpin umat Katolik selanjutnya.
Baca Juga: Airlangga Hartanto Sampaikan Proses Negosiasi dengan Pemerintah Amerika Serikat
Ritual ini bukan sekadar keagamaan, tapi juga peristiwa politik global.
Conclave bukan proses biasa. Kardinal yang memiliki hak pilih — hanya yang berusia di bawah 80 tahun — dikunci tanpa akses ke dunia luar. Bahkan ponsel dilarang keras.
Mereka hanya berkomunikasi dengan dunia lewat asap: putih untuk keberhasilan memilih, hitam untuk kebuntuan.
Baca Juga: Pengacara Geruduk Polda, Laporkan Roy Suryo soal Ijazah Jokowi
Semua ini demi menjaga kesucian, kerahasiaan, dan netralitas pemilihan.
Namun, di balik nuansa spiritual dan doa-doa hening, tersembunyi dinamika kekuasaan yang tak kalah sengit.
Negara-negara dengan jumlah kardinal terbanyak seperti Italia dan Amerika diyakini punya kekuatan lobi yang kuat.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap Negosiasi Tarif Trump: Indonesia Tak Mau Kena Dampak Langsung!
Saling dorong pengaruh, kompromi politik, dan aliansi tersembunyi kerap mewarnai pemilihan ini.
Siapa yang diangkat bukan hanya soal iman, tapi juga strategi jangka panjang Gereja dalam menyikapi isu global.
Artikel Terkait
Memahami Kasus Dokter Priguna Anugerah Pratama, Kegagalan Pendidikan Moral Menciptakan “Setan” Terdidik
Makna Jumat Agung Bagi Umat Kristiani dan Pengorbanannya
Dari Sosok Inspiratif Hingga Terjerat Skandal, Perjalanan Gibran Sebagai CEO eFishery
Tradisi Perayaan Paskah di berbagai daerah di Indonesia
Surat Kartini dalam 'Door Duisternis tot Licht': Habis Gelap Terbitlah Terang, Dari Penindasan Menuju Cahaya Perubahan
Tugu Biawak Wonosobo Rp 50 Juta Jadi Sorotan Kalahkan Patung Miliaran, Netizen: Kalau Tepat Sasaran, Hasilnya Mantap!